*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Rabu, 22 April 2015

Sebuah Catatan: Warga Mintobasuki di Perantauan – Bag 6 (Selesai)


Image0254
Bocah-bocah perantauan

Berbicara tentang perantauan adalah berbicara tentang perjuangan. Dan berbicara tentang perjuangan adalah berbicara tentang pengorbanan. Perjuangan untuk mengejar mimpi dan harapan di hari esok yang lebih baik. Untuk menggapai impian itu dia harus rela meninggalkan kampung halaman; tempat dimana ia dilahirkan; tempat dimana dia tumbuh; dan tempat dimana kenangan-kenangan indah itu pernah ia lalui. Dia harus tegar tatkala harus meninggalkan orang-orang yang  yang di cintainya; anak-anak yang menjadi penghibur hatinya; istri yang setia mendampinginya; orang tua yang selalu membimbingnya; dan para kerabat yang dikasihinya. Dia harus berani membunuh kerinduan tatkala kerinduan itu menyeruak hadir dalam jiwanya. Hanya mereka yang punya nyali besar yang berani menghadapi tantangan sebagai perantau. Karena perantauan adalah perjuangan tanpa kenal kata menyerah…

Berbicara tentang perantauan adalah berbicara tentang hidup di pengasingan. Hidup tanpa sanak saudara dan handai taulan. Hidup di suatu negeri yang penghuninya tak mengenal dirinya begitu pun dia tidak mengenal para penghuninya. Terkadang dia harus rela menjadi orang yang terpinggirkan dalam kancah pergaulan. Tak ada mata yang peduli padanya. Tak ada hati yang menaruh iba untuknya. Tak ada tangan yang terjulur menolongnya. Dan tak ada pundak tempat bersandar baginya. Ya…karena mereka adalah orang asing. Deritanya hanyalah dirasakan sendiri, perihnya hanya dipendam sendiri, dan keluh kesahnya hanya disimpan di hati. Hanya pada Allohlah tempatnya mengadu. Namun ia harus tetap kokoh dan kuat.


Berbicara tentang perantauan adalah berbicara tentang tempaan hidup, kerja keras dan perjuangan yang sarat dengan suka duka tuk menggapai asa. Jika kita mendengar kisah-kisah mereka tentulah ada berjuta inspirasi yang kita dapati. Inspirasi untuk tetap kokoh dan tegar dalam menghadapi berbagai terpaan dan hempasan badai cobaan. Ya, tiada kesuksesan dalam ranah apa pun tanpa diwarnai pengorbanan, kerja keras, kesungguhan, ketekunan, cucuran keringat bahkan uraian air mata. Ini bukanlah omong kosong para pembual. Juga bukan kata-kata retorika para orator. Tapi ini adalah kenyataan. Tidak ada istilah keajaiban untuk bisa meraih kesuksesan. Tak ada keberhasilan bagi mereka yang duduk berpangku tangan.

Berbicara tentang perantauan adalah berbicara tentang pengalaman-pengalaman baru yang tidak pernah ia dapatkan di tanah kelahirannya. Alam telah menjadi kampus kulih untuknya. Perjalanan panjang yang dilaluinya menjadi mata kuliah baginya. Dan semua itu akan menjadi mutiara-mutiara berharga di masa-masa yang akan di laluinya.

Perantau Mintobasuki di tanah seberang.
 Mereka tinggalkan kampung kelahirannya dan orang-orang yang ia cintai. Ia harus rela meninggalkan wajah-wajah yang penuh kesedihan dengan kepergiannya. Ia harus pura-pura tersenyum sambil berucap: “Jangan sedih, aku akan kembali”. Kawan, tahukah engkau apa yang ada di dada mereka tatkala mengucapkan kata-kata itu? Dada itu bergemuruh menahan sesaknya kesedihan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mengalaminya.
Kemudian dengan berat hati ia harus melangkah pergi dengan satu harapan bisa berjumpa dengan mereka suatu hari nanti. Ya, berjumpa dengan sesuatu yang berbeda dengan perpisahan hari ini. Berjumpa dengan membawa keceriaan untuk mereka. Pulang dengan membawa harapan indah yang diidamkan.

Kawan, perjalanan perantau adalah perjalanan yang penuh siksaan. Berhari-hari dia harus berguncang-guncang di atas kendaraan yang membuat badan serasa remuk redam. Terkadang harus menahan lapar dan dahaga. Terkadang harus bertemu dengan orang-orang yang buruk akhlak dan perangainya. Melintasi lautan menuju tanah seberang, menuju negeri yang akan memberikan harapan baru untuknya dan orang-orang yang ia cintai. Di sanalah ia menjadi orang asing dan terbuang. Ia tidak tahu akan bahagia ataukah celaka di sana. Yang ia punya hanya harapan…

Jauh-jauh dia meninggalkan tanah kelahirannya bukanlah untuk tinggal di tengah kota metropolitan yang terang benderang dengan lampu-lampu jalanan. Akan tetapi ini adalah hutan belantara yang gelap gulita dengaan diterangi lampu temaram. Jauh-jauh ia tinggalkan rumahnya yang nyaman dan berpindah di sebuah gubug tua berdinding papan dan beratap rumbia. Jauh-jauh ia tinggalkan kehangatan bersama keluarga menuju tempat yang dingin dan sepi seorang diri. Di sinilah dia harus memulai hidup baru demi mendapatkan sebongkah mutiara harapan yang ia impikan tatkala meninggalkan negerinya. Tidak ada waktu untuk berleha-leha dan bersantai-santai di sini. Yang ada hanyalah berlari tuk segera mewujudkan mimpi.

Ia torehkan harapan-harapannya dibatang-batang karet itu dan berharap ada keberuntungan yang akan mengalir untuknya. Mengalir memenuhi pundi-pundi mimpinya. Di situlah ia berteduh; di situ kadang ia terlelap dalam pelukan mimpi. Dan terkadang rasa lemah itu datang. Ketika kelemahan itu datang terbayanglah wajah-wajah orang yang ia cintai; seolah menguatkan hatinya. Wajah-wajah yang merindukannya dan wajah-wajah yang ia ridukan. Kelemahan hanya akan menjadikannya kian lama tinggal di tempat ini. Siapa orangnya yang rela berlama-lama di tempat ini, dia harus segera bangkit lagi tuk berlari mengejar mimpi.
Ketika tiba waktunya, ia pun akan meninggalkan tempat itu dan kembali ke kampung halamannya; kembali ke tengah-tengah orang yang dicintai dan mencintainya. Ia akan kembali dengan senyum sebagaimana dulu ia telah meninggalkan mereka dengan tangis dan kesedihan. Ia akan bercerita tentang hari-harinya di perantauan. Ia akan berkisah tentang siang-siangnya yang panjang dan malam-malamnya yang kelam.

Ya, dia telah melewati masa-masa pengasingan di perantauan. Ia telah melewati hari-hari berat penuh tempaan dan perjuangan. Dan kini ia harus kembali ke negeri kelahirannya dengan penuh suka cita. Bagi para perantau perjalanan menuju kampung halaman adalah perjalanan menuju ‘surga’. Telah hilang keletihan; telah sirna kesedihan dan telah pudar hari-hari penantian. Semuanya akan terbayar di hari ini; terbayar dengan perjumpaan dengan orang-orang yang ia cintai.
Jangan kau iri dengan keberhasilan mereka sebelum engkau tahu kesedihan dan kepedihan yang mereka rasakan. Karena mereka tidaklah membeli semua itu dengan harga murah. Ada perjuangan, ada pengorbanan, ada keringat dan dan ada air mata.

Demikianlah sekelumit gambaran para perantau Mintobasuki yang ada di Pulau Sumatra, semoga bisa memberikan inspirasi kepada kita agar lebih termotifasi dalam menggapai asa dan harapan untuk hidup yang lebih baik.
Wassalam…

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)