Bangunan Cengek Mintobasuki |
Namun seiring dengan perjalanan waktu, ketika listrik sudah masuk desa, sedikit demi sedikit warga mulai meninggalkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Mereka berpindah ke sumur bor yang disedot dengan mesin pompa air. Mandi pun tidak lagi di kali tapi di rumah, di kamar mandi dalam. Dan nasib babakan mbah Cengek pun berangsur-angsur ditinggalkan dan lama-lama dilupakan. Semakin lama semakin nampak tak terawat. Apalagi sekarang, sudah tidak zamannya mandi di sungai. Meski waktu kecilku itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.
C |
Banyak beredar cerita-cerita horor seputar mbah Cengek ini. Benar atau tidaknya saya yakin lebih banyak tidaknya. Sekedar cerita dari mulut ke mulut, satu cerita tentunya dibumbui banyak penyedap agar enak dinikmati telinga. Sehingga sosok Mbah Cengek pun kian nampak benar-benar keramat dalam pandangan warga. Konon kabarnya pada malam-malam tertentu tempat ini banyak didatangi kucing-kucing liar yang tidak tahu dari mana asal-usulnya. Meski cerita ini cuma dibuat-buat, tapi saya pernah mengalaminya sendiri. Pada suatu malam kebetulan saya ada di jarak sekitar 200an meter dari tempat ini dan terdengar banyak sekali suara kucing yang meraung-raung saling bersahutan tiada henti. Yah, mungkin memang ada kucing-kucing yang lagi pada main di situ jadi jangan dibuat horor (kucing mau kawin kaleee…). Konon kabarnya pula, ada anak yang lagi asik cari jangkrik di malam hari dan kebetulan dekat dengan tempat ini langsung diserang kucing-kucing liar dan dia pun lantas lari terbirit-birit. Benar tidaknya, Allohu a’lam.
Orang menyebut, Cengek adalah punden. Punden yaitu tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa; atau tempat keramat; atau juga sebutan untuk sesuatu yg sangat dihormati. Sedangkan Pepunden maknanya junjungan; atau pujaan; atau sesuatu yg dihormati sekali seperti azimat sebagaimana disebutkan dalam KBBI. Dengan mengacu makna ini maka tahulah kita bagaimana kedudukan Cengek ini dalam perspektif spiritual warga sini.
Tempat ini selalu didatangi warga yang akan mengadakan hajat tertentu seperti nikahan, sunatan, buat rumah, nadzar dsb. Bahkan juga dijadikan tempat penyembelihan hewan untuk dikorbankan. Mereka berdoa di sini meminta kepada Mbah Cengek agar diberi keberkahan, lancar rejeki, lancar urusan, kesehatan, dan semisalnya. Sewaktu kecil dulu, simbahku pernah ngajak ‘manganan’ di sini ketika aku mau sunatan. Tapi aku menolak keras dan akhirnya bajuku yang dibawa mewakili aku. Manganan yaitu ritual makan-makan disini bagi keluarga yang akan punya hajatan.
Pada saat sedekah bumi, warga RW 01 khususnya berduyun-duyun datang ketempat ini dengan membawa makanan dan saji-sajian lalu seorang yang dituakan mendoakan sebelum makanan tersebut disantap ramai-ramai. Dalam tradisi sedekah bumi warga Mintobasuki mengadakan pertunjukan wayang sehari semalam. Sebelum pertunjukan wayang digelar, sang Dalang bersama beberapa perangkat desa atau yang mewakili mendatangi Cengek dengan membawa beberapa wayang kulitnya lalu berdoa meminta keselamatan. Ritual ini disebut ‘Mbuwang Sengkolo’ yaitu menghilangkan mara bahaya agar warga Mintobasuki senantiasa dijauhkan dari musibah, huru hara dan mala petaka.
Pada saat Bp Marsono menjabat kepala desa, pohon Asem Ndoyong ini sudah ditebang dengan alasan menghalangi perbaikan jalan. Akan tetapi ada seorang dukun yang terkenal di sini justru membangun bangunan baru di bekas tebangan pohon asem tersebut yang bisa dilihat sampai sekarang. Alhasil, ritual mendatangi Mbah Cengek pun masih dilestarikan sampai sekarang, bahkan lebih nyaman dari sebelumnya.
Dengan mencermati kondisi di atas maka kita patut prihatin karena ternyata ritual-ritual yang menjurus kepada kesyirikan masih demikian kuat berakar dalam budaya masyarakat Mintobasuki. Kita tidak ragu lagi bahwa berdoa kepada selain Alloh adalah sesuatu yang sangat dimurkai Alloh dan tidak layak seorang muslim melakukan hal itu. Perlu adanya pembinaan dan penyadaran terus-menerus agar masyarakat paham akan bahayanya mendatangi tempat-tempat yang dikeramatkan dan meminta-minta padanya. Perlu adanya upaya sungguh-sungguh dari para da’i untuk mengingatkan pentingnya berdoa dan beribadah hanya kepada Alloh -ta’ala-, baik dalam khotbah di mimbar-mimbar, dalam interaksi keseharian, dalam pengajian-pengajian dan lain sebagainya.
Kita berdoa kepada Alloh dari melakukan perbuatan yang mengarah kepada kesyirikan, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari.
Allohu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar