Pernahkah anda bermain petak umpet, atau jilong delik, atau benthikan, atau betengan, atau Ding-ding Prok
atau yang semisal? Jika pernah, berarti saat ini anda tidak lagi
remaja, bisa jadi usia anda sudah berkepala 3 atau mendekati kepala 3.
Yah, banyak permainan tradisional yang sekarang sudah punah tergerus
arus modernisasi. Kita tahu permainan tersebut adalah ‘game’ favorit
kita di masa kecil, di era 80-an atau awal-awal 90-an. Betapa asiknya
ketika pulang sekolah kita membuat janji dengan teman-teman untuk
bermain bareng di tempat yang telah disepakati. Gelak tawa dan canda
riang mewarnai kebersamaan. Waktu yang mengalir tak terasa mengantarkan
sang mentari di ufuk barat tuk kembali ke peraduannya. Ya…permainan
mengasyikkan yang selalu membuat kita lupa waktu.
Saat itu acara di televisi belumlah menggila seperti hari ini.
Handphone belum lahir. Komputer masih embrio. Internet apa lagi,
kebayang saja belum… Semua masih alami dan tradisional. Televisi yang
ada hanya TVRI, baru kemudian TPI, RCTI dan SCTV. Hiburan layar kaca
masih minim. ANak-anak masih suka cari hiburan di luar rumah. Selain
itu, tidak semua rumah ada TV-nya. Rata-rata TV masih hitam putih.
Antena UHV dengan inverter seadanya. Hanya orang-orang tertentu yang
punya, orang kaya atau pedagang untuk menarik minat anak-anak agar mau
mampir ke warungnya.
Permainan tradisional seperti itu sekarang sudah punah. Sudah tidak
kita jumpai ada anak-anak yang bermain petak umpet, benthik dan yang
semisalnya. Kalau kita tanya anak-anak kita mungkin dia akan balik
bertanya; “Benthik itu apa, Pak?”. Yang ada sekarang permainan
‘game’online. Atau mangkal di play station. Atau sibuk dengan
aktivitasnya di sosmed. Sepulang sekolah, anak-anak yang dipegang
langsung remote TV. Berjam-jam betah nongkrong di depan TV. Berpindah
dari satu acara ke acara yang lain, dari satu chanel ke chanel yang
lain. Terkadang bosan, jenuh,… Indahnya kebersamaan dan manisnya
keakraban di antara teman sebaya seolah sirna tergerus arus modernisasi
yang kian menggila. Berganti hiruk pikuk acara TV atau game di gadget
dan sosmed. Meski tidak total demikian, tapi perubahan itu demikian
terasa.
APakah ini salah? Tidak juga, memang inilah arus yang mengalir, tidak
ada yang sanggup membendung. Hanya saja -menurut pandangan saya pribadi
yang cekak- ke depannya mungkin akan ada dampak negatif yang timbul.
Sifat individualistis yang membudaya, sensivitas terhadap lingkungan dan
empati terhadap sesama yang kian menipis. Seseorang merasa cukup
terhibur dengan apa yang ada di tangannya tanpa melihat sekelilingnya.
Diakui atau tidak, seseorang yang terlalu intent dengan dunia
‘gadget’-nya akan kehilangan banyak waktu di dunia nyata. Padahal kita
tidaklah hidup di dunia maya. Kaki kita masih menginjak tanah di atas
bumi sehingga porsi untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia
di sekitar kita perlu diperhatikan. Akan sayang jika waktu kita banyak
terbuang hanya untuk bersenang-senang dengan penduduk dunia maya yang
kadang tidak bermanfaat buat kita.
Manfaatkan sesuatu itu seperlunya. Tidak berlebih-lebihan. Kita butuh
media teknologi untuk mempermudah hidup dan meningkatkan kualitas
hidup kita, bukan sebaliknya. Saya tidak melarang anak-anak kita
difasilitasi gadget atau pun TV dan semisalnya. Tapi berikanlah sesuatu
itu pada porsinya yang tepat.
0 komentar:
Posting Komentar