Mintobasuki,
yang berjarak sekitar 4.7 km dari jantung kota Pati dengan luas wilayah
sekitar 148 hektar. Sekitar 97 hektar adalah areal persawahan (yang
membentang di bagian timur desa dan sebagian di bagian barat desa)
sedangkan sisanya 51 hektar adalah pemukiman. Jika kita lihat luasan
lahan pertanian ini sektor pertanian perlu mendapat perhatian.
Masalah pertanian yang dihadapi warga
Persawahan terendam banjir
Susahnya sumber air untuk pengairan pada musim kemarau dan banjir
yang kerap melada saat musim hujan menjadi masalah tersendiri yang
selalu dihadapi para petani. Belum lagi ketika banjir datang hampir bisa
dipastikan mengalami gagal panen. Sistem bertani dengan tadah hujan
menjadi alternatif bagi warga yang menjadikan padi sebagai komoditas
utama.
Di sisi lain, banyak pula warga yang mensiasati iklim pertanian yang
tidak mendukung ini dengan menanam tebu. Alasannya, perawatan mudah,
lebih tahan banjir, dan relatif lebih tahan hidup di lahan yang
kekurangan air. Akan tetapi harga tebu yang kadang anjlok juga kerap
mejadi masalah tersendiri.
Kali Tambak Mintobasuki saat air meluap di musim hujan
Menghadapi permasalahan pelik semacam ini perlu adanya upaya bersama
untuk mencari solusi terbaik yang paling mungkin untuk meningkatkan
produktivitas pertanian. Upaya yang pernah ditempuh untuk mengurangi
dampak kekeringan adalah dengan membuat tanggul air di kali Tambak yang
membelah areal pertanian di tiga titik lokasi, yaitu di Koripan Sampi,
Tengahan (timur balai desa) dan di ujung utara sungai yang bermuara ke
sungai Silugonggo. Upaya lainnya adalah dengan membeli mesin diesel
untuk menaikkan air ke areal persawahan. Akan tetapi kedua usaha ini
juga belum membuahkan hasil yang signifikan. Akan tetapi, usaha warga
ini juga patut diapresiasi sebagai batu loncatan untuk mencari solusi
lain yang lebih tepat.
Masalah berikutnya adalah banjir yang melada di musim penghujan.
Sebenarnya sudah ada upaya yang baik dari pemerintah pusat untuk
menanggulangi banjir yang hampir tiap tahunnya melanda areal di sekitar
DAS Silugonggo dengan memperlebar dan memperdalam sungai. Proyek ini
berlangsung sekitar tahun 2011 s/d 2012 dengan mengerahkan puluhan alat
berat, dari Tanjang sampai Juwana. Di tahun 2011 dan 2012 upaya ini
menampakkan hasil yang cukup menggembirakan, hampir tidak ada luapan air
sungai yang berarti layaknya tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi,
banjir besar di akhir 2013 seolah memupuskan harapan warga. Tercatat
inilah banjir terbesar sepanjang sejarah. Puluhan desa terendam, ratusan
hektar lahan pertanian gagal panen, kerusakan infrastruktur, timbulnya
masalah kesehatan, hilangnya penghasilan warga, dan kerugian-kerugian
lainnya.
Apa yang bisa kita lakukan?
Kali Tambak Mintobasuki
Sektor pertanian perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat sektor
ini masih menjadi tumpuan mata pencaharian sebagian besar warga,
khususnya petani padi.
Mengusahakan pengairan yang memadai dengan memanfaatkan kembali kali
Tambak adalah sekian alternatif yang perlu dikaji ulang untuk
dikembangkan. Sebagian warga menggunakan pompa air untuk mengairi lahan
pertaniannya, meski efektif akan tetapi biaya yang dikeluarkan cukup
besar. Perlu dukungan pemerintah dan kerjasama seluruh warga.
Mengupayakan cara bercocoktanam modern dengan mengurangi pemakaian
pupuk-pupuk anorganik yang harganya kiat meroket dengan pupuk-pupuk
jenis anorganik. Selain harganya yang cukup murah juga secara ilmiah
memang bisa mengembalikan kesuburan tanah.
Mengupayakan penanggulangan hama yang tepat agar tepat sasaran,
mencegah resistensi hama, menghemat ongkos pembelian insektisida. Upaya
yang pernah ditempuh adalah dengan memanfaatkan burung jenis Tito Alba
sebagai predator untuk mengendalikan hama tikus, akan tetapi upaya ini
mengalami kemandegkan karena susahnya perawatan.
Meningkatkan wawasan warga tani melalui penyuluhan terpadu dan lain
sebagainya adalah upaya konkrit yang perlu ditempuh. Perlu adanya sistem
yang terpadu dan berkesinambungan untuk meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan warga tani.