Sangat disarankan, sebelum membaca tulisan ini untuk membaca dulu tulisan
Jangan Silau Dengan Kehebatan Orang Kafir
. Mohon dipahami dulu baik-baik baru membaca tulisan ini. Biar kita
bisa mensyukuri negeri kita sendiri, negerinya kaum muslimin, Indonesia.
Beberapa bulan yang lalu kebetulan saya berkesempatan berkunjung ke
Korea Selatan karena ada urusan pekerjaan dari perusahaan. Sekitar 6
hari lamanya, 14 – 19 April 2014. Sebenarnya, bukanlah kebanggaan bisa
pergi ke negeri Gingseng itu, tapi paling tidak ada butiran-butiran
mutiara di antara pekatnya debu yang sempat saya kumpulkan untuk
dijadikan oleh-oleh yang bisa dibagi-bagikan buat saudara-saudaraku di
sini. Sebenarnya ada beberapa saudara kita sekampung yang bekerja
mencari nafkah di sana. Akan tetapi karena padatnya jadwal saat itu saya
tidak sempat ke mana-mana. Hanya bertemu via chatting di dunia maya.
Pesawat Cathay Pacific yang kami tumpangi mendarat di bandara Incheon
International Airport sekitar jam 20.00 malam waktu setempat, atau
sekitar pukul 18.00 WIB. Letaknya di distrik Incheon yang berjarak
sekitar 70 KM sebelah barat Seoul, ibu kota Korea Selatan. Umumnya,
setiap penerbangan dari luar negeri termasuk Indonesia mendaratnya di
bandara ini. Setelah melalui pemeriksaan di bagian keimigrasian kami pun
meluncur ke Hotel yang berlokasi di Gimpo, dekat dengan Gimpo
International Air Port.
Selama di Korea, ada beberapa hal yang menurutku menarik karena hal
semacam ini jarang dijumpai di negeri sendiri. Namun sekali lagi, ini
bukanlah rekomendasi dari saya atas negeri ini, karena Korea bukanlah
negeri yang sempurna apalagi bukan negeri kaum muslimin. Bagaimana pun
juga Indonesia Raya tetaplah negeri tercinta sepanjang masa.
1. Tipe Pekerja Keras
Di bandara, di stasiun, di pemberhentian subway dan di jalan-jalan
hampir tidak dijumpai orang yang berjalan santai. Semua seolah sedang
dalam kesibukan sehingga jalan pun nampak terburu-buru. Jangan heran
kalau kadang kita lihat mereka berjalan setengah berlari. Ini hal yang
umum dijumpai di sini.
Seorang Korea, Manager sebuah perusahaan principal kami yang menemani
kami selama di Korea hampir tidak pernah duduk-duduk santai. Sebuah
laptop selalu menyala di depannya ketika kami bepergian bersama dalam
sebuah kereta. Handphone-nya pun seolah berdering setiap waktu. Waktu
senggangnya seolah tidak pernah terbuang percuma.
Kerja keras mereka tidaklah sia-sia. Saat ini Korea telah menjadi
salah satu negara maju di kawasan Asia. Sektor industri merupakan sektor
yang paling dominan di sini selain sektor pertanian yang juga
dikembangkan dengan sistem modern. Korea merupakan kompetitor berat bagi
Jepang dalam dunia industri otomotif, elektronik, dan mekanik.
Pertumbuhan sektor industri inilah yang banyak menyerap tenaga kerja,
bukan saja dari warga negaranya sendiri tapi juga warga negara asing,
tak terkecuali Indonesia. Namun dalam perkembangan terakhir ada fenomena
dimana generasi korea lebih suka bekerja di sektor perbankkan dan
administrasi dibandingkan sektor industri.
2. Transportasi Umum jadi Favorit mereka
Beda
dengan orang kita yang merasa bangga ketika bisa menaiki kendaraan
pribadi yang menjadikan macet jalan-jalan umum, justru orang-orang di
sini lebih suka memilih sarana transportasi umum. Transportasi umum
seperti Bis dan kereta dibuat senyaman mungkin baik dari segi tempat
maupun pelayanan agar para pengguna juga merasa nyaman. Sehingga tidak
jarang ditemui para Big Bos yang juga memanfaatkan sarana transportasi
umum.
Kereta adalah pilihan favorit mereka, selain on time juga murah,
nyaman lagi. Perusahaan kereta api di sana ditangani oleh Korail,
semacam KAI kalau di negara kita. Di Korea ada kereta dalam kota dan
kereta antar kota. Untuk transportasi dalam kota ada kereta bawah tanah
(Subway) kalau di Jakarta ada Commuter Line. Di Korsel ada dua subway,
di Seoul dan di Busan. Jika baru pertama kali naik memang agak
membingungkan karena banyak jalur di sini.
Untuk kereta api antar kota dilayani oleh KTX (Korean Train eXpress)
yang merupakan satu diantara kereta tercepat di dunia. Kebetulan saya
berkesempatan untuk menjajal kedigdayaan kereta ini bersama rombongan.
Perjalanan dari Seoul ke Mokpo yang berjarak sekitar 320 km hanya
ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam. Tidak salah kalau KTX menyandang
nama besar sebagai sarana transportasi yang tersohor, selain
performanya, setiap pengguna juga merasa dilayani secara personal.
Angkutan darat lainnya adalah Bus. Ada intercity bus dan express bus.
Untuk intercity bus ada dua pilihan, tipe reguler dan non stop. Tipe
reguler, bus biasanya menaikkan dan menurunkan penumpang disetiap kota
yang dilewati, mungkin seperti bus AKAP atau AKDP kalau di tempat kita.
Cuma bedanya kalau di tempat kita kadang penumpang diperlakukan tidak
manusiawi, bus sudah penuh sampai penumpang tidak kebagian tempat duduk
masih dijejali penumpang lagi. Sedangkan kalau tipe non stop, bis hanya
berhenti di kota yang dituju. Beda halnya dengan express bus yang
langsung menuju kota tujuan dan tidak berhenti di setiap kota. Bedanya
dengan intercity bus adalah pada jalur tol yang dilalui. Semua bis di
sini adalah Patas, ber-AC dingin dan tidak ada penumpang yang berdiri.
3. Perhatian Mereka dalam Menjaga Kebugaran dan Kesehatan
Teman saya berkata :”Coba cari ada nggak orang korea yang gemuk?”.
Saya baru sadar memang hampir tidak pernah saya ketemukan -sepanjang
perjalananke sini- ada orang korea yang terlihat overweight. Tapi bukan
berarti tidak ada, lho. Rata-rata berpostur ideal atau bahkan bisa
dikata agak kurus, baik laki-laki maupun perempuannya. Orang Korea
memang menaruh perhatian besar untuk masalah kesehatan dan perawatan
fisik. Terlebih bagi kaum hawa, tampil cantik dan menarik adalah sudah
menjadi kebutuhan primer mereka. So, kalau jalan-jalan ke sana
sering-seringlah melihat jempol kaki agar mata tidak tersandung-sandung.
Pernah suatu ketika saya harus berlari-lari kecil dari stasiun ke
tempat parkir yang jaraknya cukup jauh dengan seorang korea. Sebenarnya
bukan sengaja beradu lari tapi karena suatu kami harus cepat-cepat ke
parkiran. Waktu itu saya merasa mampu untuk mengimbangi orang ini.
Sampai di lokasi nafasku terengah-engah sedangkan si Korea ini masih
nampak biasa-biasa saja. Aku sempat diledeki. Di sampaikan kalau dia
tiap hari menyempatkan olah raga dan kegemarannya adalah renang. Bos dia
pun menganjurkanku untuk menjaga fisik dengan lari karena lari bisa
menguatkan kaki dan menyehatkan jantung, begitu katanya.
Untuk urusan makanan mereka pun cukup ketat. Mereka menghindari
makanan yang banyak mengandung kolesterol, seperti makanan-makanan yang
digoreng. Padahal di sini berjibun makanan yang dimasak dengan minyak
goreng berkolesterol. Kalau mau menggoreng pun mereka tidak menggunakan
sembarang minyak goreng tapi dengan minyak zaitun yang di sini harganya
relatif mahal. Kalau kita jualan nasi goreng atau pisang goreng dan
sebangsanya di Korea mungkin kurang laku kali ya…. Saya pernah bertanya
ke teman kenapa bau dapur orang Korea selalu aromanya khas. Dan kalau
menurut hidung saya yang dari Indo justru kurang sedap dan bikin hilang
selera makan. Ternyata mereka memang biasa memasak dengan bumbu pasta
fermentasi kedelai, juga ada bawang putih, kecap, jahe. Untuk konsumsi
gula dan garam pun mereka batasi, beda dengan kita-kita, kan? Intinya,
mereka sangat perhatian dengan apa yang mereka konsumsi karena tahu
mencegah itu lebih baik dari pada mengobati.
Bagaimana dengan perokok? Sepanjang yang saya lihat jarang ada orang
yang merokok di tempat-tempat umum layaknya di negeri kita yang
merupakan surga firdaus jannatin naim-nya para perokok.
Singkatnya, orang Korea punya budaya hidup sehat yang dimulai dari
olah fisik, perawatan badan sampai dalam urusan makan dan minum.
Sehingga tidak heran meski di usia yang cukup lanjut mereka tetap mampu
beraktifitas dengan prima dan secara fisik lebih muda dari usianya.
Tapi, nanti saya akan cerita kalau orang korea juga punya kebiasaan
jorok. Ya, nanti…
4. Tidak di jumpai Kemacetan di Jalan Raya
Ini yang terkadang membuat saya mikir. Meski Seoul bisa dibilang kota
Industri dan perkantoran tapi jarang dijumpai kemacetan panjang
layaknya Jakarta. Arus lalu lintas lancar-lancar saja, mungkin malah
bisa dibilang cukup lengang kalau dibandingkan Jakarta. Kendaraan
pribadi di sana umumnya mobil, jarang bahkan tidak pernah saya jumpai
sepeda motor berlalu lalang di jalan raya. Andai ada hanya motor-motor
ber cc besar dan itu pun -kata teman Korea ini- untuk antar pesanan dari
toko makanan atau yang semisalnya yang melayani jasa antar jemput.
Mungkin karena kondisi suhu udaranya yang dingin yang menjadikan
kendaraan roda dua tidak banyak digunakan di sini selain karena alasan
keselamatan.
5. Kedisiplinan
Selama di Korea kami menginap di Lotte Hotel dekat dengan Gimpo Air
Port. Suatu ketika telephon di kamar hotel berdering mengingatkan kami
bahwa ada tamu yang sudah menunggu di bawah. Kami memang janji jam 7
pagi di hari itu, tapi hawa dingin membuat kami agak malas keluar pagi.
Maklumlah, kami orang Indonesia yang kalau janji jam 7 paling cepat
sampai jam 8. Kedisiplinan mereka yang membuat kami harus bisa
menyesuaikan diri.
Suatu ketika kami buru-buru untuk menuju suatu tempat yang letaknya
di seberang jalan. Perlu di ketahui, di tempat-tempat tertentu bagi
penyeberang jalan ada tempat khusus -sebagaimana di Indo- seperti Zebra
Cross dan dilengkapi traffic Light. Ketika lampu menyala merah, tidak
ada penyeberang jalan yang nyelonong meski jalanan saat itu lagi sepi
dan nyaris tidak ada mobil yang lewat. Bagaimana dengan kita? Andai kita
mau langsung nyebrang juga tidak masalah, tapi orang-orang disini
disiplin mematuhi aturan yang telah mereka buat.
6. Infrastruktur
Infrastruktur yang baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah. Orang Korea paham akan hal ini. Sarana-sarana transportasi dan
komunikasi selalu dikembangkan. Korea memiliki Incheon Bridge yang
merupakan jembatan terpanjang di dunia yang menghubungkan Incheon
International Air Port dan Songdo. Dari Songdo, jembatan sepanjang 12.5
km dan lebar 33.4 m ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit.
Selain jembatan yang menghubungkan Incheon Bridge, ada juga jembatan
Yeongjong Grand Bridge yang menghubungkan daerah pantai Incheon dengan
pulau Yeongjong.
Di jalan tol, mobil tidak usah berhenti untuk ambil tiket atau
membayar tol, akan tetapi setiap pintu tol dilengkapi sistem sensor
sehingga mempercepat waktu dan memangkas antrean kendaraan. Demikian
pula di perempatan lampu merah tidak ada pos polisi yang berdiri akan
tetapi setiap lampu merah dilengkapi dengan sesor yang akan mendeteksi
kendaraan yang melanggar, dan tentu saja akan muncul tagihan denda bagi
si pelanggar.
Suatu ketika kami melakukan perjalanan dari Seoul ke Mokpo dengan
kereta cepat KTX. Hal yang menarik adalah adanya jalur kereta yang
menembus gunung maupun perbukitan. Terowongan-terowongan yang dilalui
kereta cukup panjang dan tentunya semua itu tidak lepas dari perencanaan
dan desain yang matang. Dan selama perjalanan beberapa kali kereta yang
kami tumpangi melalui terowongan-terowongan panjang tersebut. Ini tentu
lebih efisien jika dibandingkan harus membuat track yang mengitari
bukit.
Untuk menuju Seoul dari Lotte Hotel di Gimpo kami cukup turun lift
hotel. Hotel tempat kami menginap di desain sedemikian rupa sehingga
terintegrasi dengan Mall (bawah tanah) dan Subway (semacam commuter line
bawah tanah). Jadi untuk menuju stasiun terdekat kami cukup turun ke
bawah, menuju tempat pengambilan tiket dan menunggu kereta menuju lokasi
yang akan dituju. Banyak jalur Subway di sini jadi beberapa kali kami
harus tanya-tanya ke petugas. Benar-benar perencanaan kota yang matang.
7. Kota yang Bersih
Waktu luang yang ada kami gunakan untuk berjalan-jalan di pasar
tradisional Korea, Namdaemon Market. Kalau di Jakarta mungkin seperti
pasar Tanah Abang, atau Johar di Semarang atau Klewer kalau di Solo.
Namdaemon adalah pusat pasar wisata di Korea yang menyediakan berbagai
souvenir dan fashion dengan harga miring. Menariknya, meski pasar
tradisional akan tetapi masyarakat sini sangat menjaga kebersihan. Tidak
ada sampah yang tercecer apalagi yang menumpuk di tepi jalan. Air yang
menggenang pun tidak dijumpai. Bersih dan kering. Bagaimana dengan pasar
tradisional di tempat kita?
Selama menyusuri jalan-jalan di Seoul aku memang sengaja mau mengecek
apakah benar kata orang kalau negara maju itu selalu menjaga
kebersihan. Dan memang, selama saya di sana, ada benarnya pernyataan
tersebut. Aku belum pernah melihat tumpukan sampah di tepi-tepi jalan,
sudut-sudut kota yang kotor, coretan-coretan di dinding, atau
tempat-tempat yang jorok tak terawat. Seolah semua lekuk kota telah
mendapat sentuhan tangan. Semua nampak tertata, teratur dan terencana
dengan baik. Bahkan, dinas kebersihan kota telah menyediakan mobil yang
bertugas mengepel jalan yang berdebu.
Paradigma
Clean and Dry menjadi sesuatu yang membudaya di Korea. Ini yang
menyusahkan kami kalau lagi masuk toilet. Toilet yang ada rata-rata
tidak menyediakan fasilitas untuk cebok sehabis kencing karena umunya
mereka cebok dengan tisu atau kalau kencing mungkin malah tidak cebok
sama sekali. Toilet pun dilengkapi dengan perangkat digital. Kadang
tidak perlu pencet tombol, begitu anda mundur air akan keluar sendiri.
Di Indonesia pun sebenarnya sudah banyak seperti ini. Intinya, mereka
benar-benar menjaga kondisi agar tetap clean and dry, selain karena
faktor penghematan penggunaan air. Memang, lantai kamar mandi akan
selalu bersih dan kering, tapi dari tinjauan syariat justru jorok bagi
si penggunanya karena tidak bisa bersuci pakai air. Nah, ini yang saya
bilang tadi orang Korea kadang juga punya kebiasaan jorok. Untuk
mensiasati hal ini ya basahi aja tissunya pakai wastafel buat bersuci.
Tapi yang lebih parah lagi kalau mau wudhu’ dan kebetulan tidak lagi di
Hotel. Terpaksa wudhu di wastafel dan cuci kaki di wastafel.
8. Bagaimana Kaum Muslimin di sana?
Kaum Muslimin Melakukan Sholat Jumat
Di Korea kaum muslimin adalah minoritas. Rata-rata kaum muslimin yang
ada adalah pendatang meski banyak juga dari penduduk lokal. Jumlahnya
hanya 0,1% dari total penduduk 50 juta jiwa.
Padi hari jum’at saya dan rombongan menyempatkan diri menghadiri sholat Jum’at di
Seoul Central Mosque
yang berada di Itaewon, Seoul. Kaum muslimin dari berbagai etnis ada di
sana. Dari eropa yang berkulit bule sampai Muslim Afrika yang berkulit
hitam tumpah ruah di sana. Ada beberapa warga negara Indonesia yang kami
jumpai. INi adalah satu-satunya masjid di Seoul yang dibangun oleh
pemerintah. Letaknya di perbukitan. Di sekitar masjid ini ada
restoran-restoran yang menjual makanan halal yang dikelola oleh orang
muslim.
Yang membuat saya terkesan adalah imam dan khotib di sini telah
mengamalkan sunnah dalam khotbah dan dalam pelaksanaan sholatnya. Adzan
cuma sekali. Tidak ada salam-salaman setelah sholat. Dan tidak ada
dzikir jamaah. Khotbah pertama disampaikan dalam bahasa Inggris,
sedangkan khotbah kedua dalam bahasa Korea.
Nah, ini dulu oleh-olehnya. Tapi perlu diingat, tulisan ini bukan
pujian untuk Korea, hanya gambaran sepintas dari negeri ginseng itu.
Berikut ini saya sampaikan catatan hitamnya juga:
Hal yang perlu diketahui juga adalah bahwa negeri ini bukanlah negara
mayoritas muslim jadi akan sangat langka ditemui simbol-simbol Islam di
sini. Mayoritas keyakinan penduduk sini adalah Atheis 45%, agama Budha
(23%), Kristen (18%) dan Katolik (10%) secara berturut-turut. Jadi
jangan berharap anda bisa ketemu tempat sholat dengan mudah sebagaimana
di Indonesia. Orang sini juga biasa mengkonsumsi daging babi dengan
berbagai turunannya, jadi berhati-hatilah ketika membeli makanan di
restoran-restoran dan supr market. Paling aman adalah makan dengan sea
food atau sayur saja.
Meski tadi saya sampaikan mereka orang yang perduli akan kesehatan
tapi di lain sisi mereka juga terbiasa merusak diri mereka sendiri
dengan sesuatu yang membahayakan kesehatan. Misalnya saja, selain
mengkonsumsi daging babi, mereka juga mengkonsumsi minuman-minuman keras
dan semacamnya yang dalam syariat kita jelas terlarang.
Free Sex adalah hal yang lumrah di sini. Pergaulan bebas muda-mudi
adalah hal yang biasa. Bahkan hidup serumah tanpa ikatan pernikahan
adalah kasus yang biasa. Korea juga memberikan kontribusi besar bagi
maraknya industri pornografi lewat content film-film dewasa, selain
Jepang dan China.
Demikian sepintas pengalaman yang menurut saya cukup unik dari negeri
Gingseng ini. Mungkin rekan-rekan yang telah lama di sini akan lebih
paham akan kondisi yang sebenarnya. Terima kasih telah meluangkan waktu
membaca tulisan ini.