*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Area Persawahan di sebelah timur Desa Mintobasuki

Lahan pertanian yang cukup luas membentang di bagian timur desa. Hasil pertanian yang dihasilkan antara lain padi, jagung, kacang-kacangan dan beraneka ragam sayuran.

Kali Tambak untuk sarana irigasi pertanian

Sungai kecil yang membujur di sebelah timur desa yang berhulu di Sungai Silugonggo memiliki arti penting sebagai sarana irigasi.

Pesona desa Mintobasuki

Nuansa alam desa yang nyaman, udara yang segar, pemandangan yang indah menjadikan desa Mintobasuki kian anggun dan menyimpan pesona tersendiri.

Sektor pertanian yang perlu dikembangkan

Mintobasuki memiliki lahan pertanian sekitar 90 Hektar terdiri atas lahan basah dan kering. Oleh karenanya perlu ada upaya yang matang untuk mengembangkan sektor ini. Selain itu, pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar warga Mintobasuki sampai saat ini.

Sarana peribadahan yang cukup memadai

Desa Mintobasuki memiliki 5 Musholla dan 1 Masjid Agung Al-Amin yang saat ini dalam tahap pembangunan. Dengan adanya sarana penunjang yang cukup memadai ini diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan warga dalam beribadah.

Pertanian merupakan mata pencaharian mayoritas warga

Sektor pertanian tetap menjadi mata pencaharian dan primadona bagi masyarakat desa Mintobasuki, meski dengan seiring bertambahnya waktu, profesi dan mata pencaharian warga kian heterogen.

Sektor Perikanan di Mintobasuki

Sungai Silugonggo yang bermuara ke laut utara ternyata memberi berkah tersendiri bagi warga Mintobasuki. Hasil tangkapan ikannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup warga yang berprofesi sebagai nelayan.

Minggu, 29 Maret 2015

Pemimpin Baru Harapan Baru


wpid-1428294321697.png

Pilkades telah dilaksanakan tanggal 28 Maret 2015 yang lalu. Semuanya berjalan lancar dan aman tanpa hambatan. Siapa yang akan mengemban amanat menjalankan kepemimpinan desa ke depan telah terpilih. Harapan baru telah menanti di pundak sang pemimpin baru. Siapa pun tidak berhak mengganggu gugat hasil Pilkades yang telah berlangsung dengan jujur dan adil. Bapak Santoso telah memenangkan 60% suara atas rivalnya Ibu Dwi Kadariyatun yang hanya mendapatkan 40% suara dari total 1.071 suara yang sah. Tidak ada yang menang dan dan kalah pemilihan ini karena kemenangan yang ada pada hakekatnya adalah kemenangan seluruh warga Mintobasuki. Saatnya kita saling bahu membahu memperbaiki Desa kita, saling dukung dan saling tolong demi terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Sudah tidak saatnya saling curiga dan saling jegal. Memang, ‘luka’ tidak akan sembuh dalam tempo satu atau dua hari, namun membiarkan ‘luka’ tetap menganga adalah sebuah kesalahan fatal. Siapa pun pemimpin baru yang terpilih, meski dia bukan pilihan dan harapan kita, tetap wajib kita dukung demi kemaslahatan bersama. Jangan segan-segan untuk mengingatkan pemimpin kita dengan cara-cara yang baik.
Banyak pekerjaan yang sudah menanti Kepala Desa terpilih diantaranya menghangatkan kembali hubungan antar warga dan menyelesaikan berbagai perbaikan sarana-sarana fisik yang belum selesai -seperti bangunan masjid dan balai desa-. Di samping itu memperbaiki sarana penunjang sektor pertanian yang selama ini tidak cukup mendapat perhatian, semisal kesulitan warga tani untuk mendapatkan air untuk pengairan lahan pertanian mereka. Hal ini mengingat masih luasnya lahan pertanian di Mintobasuki dan masih banyaknya warga yang menggantungkan harapan hidup dari sektor ini. PR lainnya adalah adalah memperbaiki transparansi alokasi dana desa yang ada untuk menjamin dana tersebut telah dikelola dengan baik dan tepat sasaran. Dan tentunya masih banyak tugas-tugas lain yang mesti dijalankan.
Jadi, sejatinya kemenangan dan keberhasilan si pemimpin terpilih bukanlah dia yang terpilih di 28 Maret 2015 lalu, akan tetapi kemenangan sebenarnya adalah jika sang pemimpin mampu menjalankan amanat yang dibebankan warga ke pundaknya di tahun-tahun mendatang. Ibarat seorang pengantin, tolak ukur keberhasilannya dalam membina hubungan rumah tangga bukanlah di hari perayaan pernikahannya, akan tetapi keberhasilannya akan terlihat di hari-hari mendatang. Jadi, janganlah hanyut dalam euforia semu yang justru melupakan kita pada esensi yang sebenarnya. Kemenangan dan keberhasilan sang pemimpin diukur di akhir masa jabatannya kelak.
Marilah kita saling mendukung dan mengontrol kinerja pemimpin desa kita beserta aparaturnya agar roda pembangunan yang telah dirintis pemimpin sebelumnya dapat berlanjut. Masyarakat kita saat ini sangatlah kritis dalam menyikapi setiap fenomena yang ada di tengah masyarakat. Seorang pemimpin harus menyadari hal ini. Jadi, jalankanlah amanah yang kami bebankan di pundak-pundak kalian dengan sebaik-baiknya.
Foto-foto warga menyambut pemimpin barunya di Pilkades Mintobasuki 2015
wpid-1428294284541.png wpid-1428294260388.png wpid-1428294308790.png wpid-1428294304396.png
Video berikut ini memperlihatkan kondisi menjelang akhir penghitungan suara saat Pilkades 28 Maret yang lalu. Warga berkonvoi menuju rumah kediaman Bapak Santoso di Dukuh Koripan dengan pengawalan dari anggota TNI.


Sabtu, 28 Maret 2015

Laporan Pilkades Desa Mintobasuki Gabus Pati 2015


wpid-2015328104113.jpgHari ini adalah hari yang dinanti-nanti warga Mintobasuki, Gabus, Pati. Warga berduyun-duyun mendatangi tempat pemungutan suara di balai desa. Sejak pagi para warga telah antri untuk memberikan suaranya.
Masing-masing kandidat dengan dibantu para pendukungnya menyambut dengan antusias. Tak segan-segan mereka menyediakan angkutan untuk para calon pemilihnya, dari mobil pribadi, pick up, sepeda motor sampai becak. Harapannya, agar calon pemilih yang diduga kuat akan memilih kandidat yang diusungnya tidak diserobot oleh pendukung calon lain. Bahkan sejak tadi malam lokasi-lokasi yang menjadi basis pendukung masing-masing kandidat telah dijaga ketat para sabetnya, dengan harapan tidak ada penyerobotan suara oleh

calon lain melalui ‘politik uang’. Meski sempat terjadi konflik kecil dari pendukung antar calon, namun proses Pilkades tetap berjalan lancar. Satuan pengaman dari kepolisian telah diterjunkan ke lokasi untuk menjaga agar situasi tetap kondusif.
Lokasi TPS telah didesain sedemikian rupa agar proses pendataan dan pemungutan suara dapat berjalan lancar. Ada tiga DAPIL untuk mengakomodasi warga yang akan memberikan hak suaranya. Dapil 1 dengan kartu warna merah, dapil 2 kartu warna kuning dan dapil 3 kartu warna biru. Masing-masing Dapil dilayani oleh panitia yang berbeda, dengan bilik suara yang berbeda, demikian pula kotak suaranya pun berbeda. Meski TPS telah didesain semaksimal mungkin untuk mengakomodir calon pemilih akan tetapi antrian panjang para pemilih pun tetap terjadi.
Sebelum proses pemungutan suara dilakukan, para saksi dibantu panitia untuk mengontrol semua perlengkapan pemilihan, mulai dari bilik suara, alat coblos dan kotak suara semua tidak lepas dari inspeksi untuk memastikan tidak ada kecurangan dan proses benar-benar berjalan fair. Setelah semua dianggap beres, verifikasi calon pemilih pun dilakukan untuk memastikan bahwa calon pemilih benar-benar telah terdata di daftar calon pemilih. Panitia yang berjumlah puluhan orang tersebut telah melakukan gladi bersih sejak beberapa hari sebelumnya.
Proses pemungutan suara dilakukan antara jam 08.00 – 14.00. Selepas itu verifikasi calon pemilih selesai dan dilanjutkan penghitungan suara.
Dari 3 kotak suara didapat rincian perolehan suara : Kotak 1 (Dapil 1) Santoso : 203 suara, Dwi K : 150 suara, tidak sah 13 suara. Kotak 2 (Dapil 2): Santoso: 200 suara dan Dwi K: 146 suara, tidak sah 10 suara. Kotak 3 (Dapil 3): Santoso: 231 suara dan Dwi K: 141 suara , tidak sah 6 suara. Total perolehan suara: Santoso 634 suara, Dwi K: 437 suara, tidak sah 29 suara. Dengan demikian Santoso unggul 197 suara atas Dwi K.
Demikian informasi yang kami dapatkan dari lokasi pemungutan suara.
Foto-foto Pilkades 28 Maret 2015
wpid-2015328094049.jpg wpid-2015328103226.jpg wpid-2015328072809.jpg wpid-2015328103957.jpg wpid-2015328073654.jpg wpid-2015328103526.jpg wpid-2015328094035.jpg wpid-2015328103520.jpg wpid-2015328145342.jpg wpid-2015328094335.jpg

Rabu, 25 Maret 2015

Panorama Alam Desa Mintobasuki


wpid-fb_img_14259442047578951.jpgIndahnya alam raya tak pernah membuat bosan mata memandang. Berjalan-jalan di tepian hamparan luas persawahan yang menghijau bak permadani. Langit biru membentang dengan gumpalan awan-awan putih berarak di angkasa laksana panglima perang dan pasukan berkudanya. Di ufuk barat nan jauh di sana nampak samar-samar deretan pegunungan tertutup kabut. Gugusan rumpun-rumpun bambu yang menghijau berderet dari utara ke selatan seolah menjadi pagar negeri. Alam yang sempurna… membuat hati berdesir, mengagumi keindahan ciptaan-Nya.
Menikmati suara kicau burung di dahan-dahan pohon, yang berpindah dengan lincah dari satu ranting ke ranting berikutnya. Bekejar-kejaran menembus semak-semak dan dedaunan. Kemudian melesat jauh tuk terbang ke alam luas. Semilir angin pagi menerpa pucuk-pucuk dedaunan, mengusap wajah para petani yang sibuk berjibaku dengan cangkul dan lumpur.  Sehelai daun kering jatuh dari rantingnya, melayang, kemudian terhempas di tepian jalan.
Gemercik suara aliran air di sela-sela batang padi. Mengalun dan mengalir tuk kemudian bermuara di kali kecil di tepian sawah. Kabut tipis yang kian pudar dikejauhan sana. Menyisakan tetes-tetes embun di pucuk-pucuk daun padi. Berkilauan bak jutaan mutiara, memantulkan cahaya merah redup mentari di kaki langit timur. Dan sebutir embun jatuh kemudian hanyut bersama aliran air yang mengalir.
Simbok-simbok pedagang sayur yang membawa barang dagangannya menuju pasar dengan sepeda onthelnya. Bercengkerama satu sama lain.  Bercerita tentang hari ini dan kemarin. Melintasi jalan beraspal yang membelah persawahan. Mereka kian menjauh, sementara aku masih berdiri bersandar di pagar jembatan yang mengalir sungai kecil di bawahnya.
Gubug-gubug tua yang jadi tempat berteduh para petani. Sangkar-sangkar burung Titus Alba yang masih terpancang di tengah sana. Sungai kecil yang membelah desa dan bermuara ke Silugonggo. Perkebunan tebu yang membentang. Persawahan yang menghampar. Anak-anak sekolah yang berseragam putih merah dengan sepeda onthelnya. Tertawa dan bercanda dengan sebayanya. Wajah-wajah polos dengan senyum-senyum lepas tanpa beban.
Semuanya ada di Mintobasuki, gabus, Pati…
wpid-2015125053908.jpg wpid-2015125053608.jpg wpid-2015125053913.jpg wpid-2015125053600.jpg wpid-2015215060925.jpg wpid-2015125161133.jpg wpid-20141130060602.jpg wpid-2015102085750.jpg 2014714065836wpid-fb_img_14259442036366429.jpg

Selasa, 24 Maret 2015

Sisa Masa Lalu yang Tergerus Jaman


benthikPernahkah anda bermain petak umpet, atau jilong delik, atau benthikan, atau betengan, atau Ding-ding Prok atau yang semisal? Jika pernah, berarti saat ini anda tidak lagi remaja, bisa jadi usia anda sudah berkepala 3 atau mendekati kepala 3. Yah, banyak permainan tradisional yang sekarang sudah punah tergerus arus modernisasi. Kita tahu permainan tersebut adalah ‘game’ favorit kita di masa kecil, di era 80-an atau awal-awal 90-an. Betapa asiknya ketika pulang sekolah kita membuat janji dengan teman-teman untuk bermain bareng di tempat yang telah disepakati. Gelak tawa dan canda riang mewarnai kebersamaan. Waktu yang mengalir tak terasa mengantarkan sang mentari di ufuk barat tuk kembali ke peraduannya. Ya…permainan mengasyikkan yang selalu membuat kita lupa waktu.
Saat itu acara di televisi belumlah menggila seperti hari ini. Handphone belum lahir. Komputer masih embrio. Internet apa lagi, kebayang saja belum… Semua masih alami dan tradisional. Televisi yang ada hanya TVRI, baru kemudian TPI, RCTI dan SCTV. Hiburan layar kaca masih minim. ANak-anak masih suka cari hiburan di luar rumah. Selain itu, tidak semua rumah ada TV-nya. Rata-rata TV masih hitam putih. Antena UHV dengan inverter seadanya. Hanya orang-orang tertentu yang punya, orang kaya atau pedagang untuk menarik minat anak-anak agar mau mampir ke warungnya.

Permainan tradisional seperti itu sekarang sudah punah. Sudah tidak kita jumpai ada anak-anak yang bermain petak umpet, benthik dan yang semisalnya. Kalau kita tanya anak-anak kita mungkin dia akan balik bertanya; “Benthik itu apa, Pak?”. Yang ada sekarang permainan ‘game’online. Atau mangkal di play station. Atau sibuk dengan aktivitasnya di sosmed. Sepulang sekolah, anak-anak yang dipegang langsung remote TV. Berjam-jam betah nongkrong di depan TV. Berpindah dari satu acara ke acara yang lain, dari satu chanel ke chanel yang lain. Terkadang bosan, jenuh,… Indahnya kebersamaan dan manisnya keakraban di antara teman sebaya seolah sirna tergerus arus modernisasi yang kian menggila. Berganti hiruk pikuk acara TV atau game di gadget dan sosmed. Meski tidak total demikian, tapi perubahan itu demikian terasa.
APakah ini salah? Tidak juga, memang inilah arus yang mengalir, tidak ada yang sanggup membendung. Hanya saja -menurut pandangan saya pribadi yang cekak- ke depannya mungkin akan ada dampak negatif yang timbul. Sifat individualistis yang membudaya, sensivitas terhadap lingkungan dan empati terhadap sesama yang kian menipis. Seseorang merasa cukup terhibur dengan apa yang ada di tangannya tanpa melihat sekelilingnya. Diakui atau tidak, seseorang yang terlalu intent dengan dunia ‘gadget’-nya akan kehilangan banyak waktu di dunia nyata. Padahal kita tidaklah hidup di dunia maya. Kaki kita masih menginjak tanah di atas bumi sehingga porsi untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia di sekitar kita perlu diperhatikan. Akan sayang jika waktu kita banyak terbuang hanya untuk bersenang-senang dengan penduduk dunia maya yang kadang tidak bermanfaat buat kita.
Manfaatkan sesuatu itu seperlunya. Tidak berlebih-lebihan. Kita butuh media teknologi untuk mempermudah hidup  dan meningkatkan kualitas hidup kita, bukan sebaliknya. Saya tidak melarang anak-anak kita difasilitasi gadget atau pun TV dan semisalnya. Tapi berikanlah sesuatu itu pada porsinya yang tepat.

Sabtu, 14 Maret 2015

Oleh-Oleh Dari Negeri Ginseng


tumblr_lip503w2qg1qdhclco1_500Sangat disarankan, sebelum membaca tulisan ini untuk membaca dulu tulisan Jangan Silau Dengan Kehebatan Orang Kafir . Mohon dipahami dulu baik-baik baru membaca tulisan ini. Biar kita bisa mensyukuri negeri kita sendiri, negerinya kaum muslimin, Indonesia.
Beberapa bulan yang lalu kebetulan saya berkesempatan berkunjung ke Korea Selatan karena ada urusan pekerjaan dari perusahaan. Sekitar 6 hari lamanya, 14 – 19 April 2014. Sebenarnya, bukanlah kebanggaan bisa pergi ke negeri Gingseng itu, tapi paling tidak ada butiran-butiran mutiara di antara pekatnya debu yang sempat saya kumpulkan untuk dijadikan oleh-oleh yang bisa dibagi-bagikan buat saudara-saudaraku di sini. Sebenarnya ada beberapa saudara kita sekampung yang bekerja mencari nafkah di sana. Akan tetapi karena padatnya jadwal saat itu saya tidak sempat ke mana-mana. Hanya bertemu via chatting di dunia maya.
Pesawat Cathay Pacific yang kami tumpangi mendarat di bandara Incheon International Airport sekitar jam 20.00 malam waktu setempat, atau sekitar pukul 18.00 WIB. Letaknya di distrik Incheon yang berjarak sekitar 70 KM sebelah barat Seoul, ibu kota Korea Selatan. Umumnya, setiap penerbangan dari luar negeri termasuk Indonesia mendaratnya di bandara ini. Setelah melalui pemeriksaan di bagian keimigrasian kami pun meluncur ke Hotel yang berlokasi di Gimpo, dekat dengan Gimpo International Air Port.
Selama di Korea, ada beberapa hal yang menurutku menarik karena hal semacam ini jarang dijumpai di negeri sendiri. Namun sekali lagi, ini bukanlah rekomendasi dari saya atas negeri ini, karena Korea bukanlah negeri yang sempurna apalagi bukan negeri kaum muslimin. Bagaimana pun juga Indonesia Raya tetaplah negeri tercinta sepanjang masa.
1.  Tipe Pekerja Keras
Di bandara, di stasiun, di pemberhentian subway dan di jalan-jalan hampir tidak dijumpai orang yang berjalan santai. Semua seolah sedang dalam kesibukan sehingga jalan pun nampak terburu-buru. Jangan heran kalau kadang kita lihat mereka berjalan setengah berlari. Ini hal yang umum dijumpai di sini.
Seorang Korea, Manager sebuah perusahaan principal kami yang menemani kami selama di Korea hampir tidak pernah duduk-duduk santai. Sebuah laptop selalu menyala di depannya ketika kami bepergian bersama dalam sebuah kereta. Handphone-nya pun seolah berdering setiap waktu. Waktu senggangnya seolah tidak pernah terbuang percuma.
Kerja keras mereka tidaklah sia-sia. Saat ini Korea telah menjadi salah satu negara maju di kawasan Asia. Sektor industri merupakan sektor yang paling dominan di sini selain sektor pertanian yang juga dikembangkan dengan sistem modern. Korea merupakan kompetitor berat bagi Jepang dalam dunia industri otomotif, elektronik, dan mekanik. Pertumbuhan sektor industri inilah yang banyak menyerap tenaga kerja, bukan saja dari warga negaranya sendiri tapi juga warga negara asing, tak terkecuali Indonesia. Namun dalam perkembangan terakhir ada fenomena dimana generasi korea lebih suka bekerja di sektor perbankkan dan administrasi dibandingkan sektor industri.
2. Transportasi Umum jadi Favorit mereka
dsc_0755Beda dengan orang kita yang merasa bangga ketika bisa menaiki kendaraan pribadi yang menjadikan macet jalan-jalan umum, justru orang-orang di sini lebih suka memilih sarana transportasi umum. Transportasi umum seperti Bis dan kereta dibuat senyaman mungkin baik dari segi tempat maupun pelayanan agar para pengguna juga merasa nyaman. Sehingga tidak jarang ditemui para Big Bos yang juga memanfaatkan sarana transportasi umum.
Kereta adalah pilihan favorit mereka, selain on time juga murah, nyaman lagi. Perusahaan kereta api di sana ditangani oleh Korail, semacam KAI kalau di negara kita.  Di Korea ada kereta dalam kota dan kereta antar kota. Untuk transportasi dalam kota ada kereta bawah tanah (Subway) kalau di Jakarta ada Commuter Line. Di Korsel ada dua subway, di Seoul dan di Busan. Jika baru pertama kali naik memang agak membingungkan karena banyak jalur di sini.
Untuk kereta api antar kota dilayani oleh KTX (Korean Train eXpress) yang merupakan satu diantara kereta tercepat di dunia. Kebetulan saya berkesempatan untuk menjajal kedigdayaan kereta ini bersama rombongan. Perjalanan dari Seoul ke Mokpo yang berjarak sekitar 320 km hanya ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam. Tidak salah kalau KTX menyandang nama besar sebagai sarana transportasi yang tersohor, selain performanya, setiap pengguna juga merasa dilayani secara personal.
Angkutan darat lainnya adalah Bus. Ada intercity bus dan express bus. Untuk intercity bus ada dua pilihan, tipe reguler dan non stop. Tipe reguler, bus biasanya menaikkan dan menurunkan penumpang disetiap kota yang dilewati, mungkin seperti bus AKAP atau AKDP kalau di tempat kita. Cuma bedanya kalau di tempat kita kadang penumpang diperlakukan tidak manusiawi, bus sudah penuh sampai penumpang tidak kebagian tempat duduk masih dijejali penumpang lagi. Sedangkan kalau tipe non stop, bis hanya berhenti di kota yang dituju. Beda halnya dengan express bus yang langsung menuju kota tujuan dan tidak berhenti di setiap kota. Bedanya dengan intercity bus adalah pada jalur tol yang dilalui. Semua bis di sini adalah Patas, ber-AC dingin dan tidak ada penumpang yang berdiri.
3. Perhatian Mereka dalam Menjaga Kebugaran dan Kesehatan

Teman saya berkata :”Coba cari ada nggak orang korea yang gemuk?”. Saya baru sadar memang hampir tidak pernah saya ketemukan -sepanjang perjalananke sini- ada orang korea yang terlihat overweight. Tapi bukan berarti tidak ada, lho. Rata-rata berpostur ideal atau bahkan bisa dikata agak kurus, baik laki-laki maupun perempuannya. Orang Korea memang menaruh perhatian besar untuk masalah kesehatan dan perawatan fisik. Terlebih bagi kaum hawa, tampil cantik dan menarik adalah sudah menjadi kebutuhan primer mereka. So, kalau jalan-jalan ke sana sering-seringlah melihat jempol kaki agar mata tidak tersandung-sandung.
Pernah suatu ketika saya harus berlari-lari kecil dari stasiun ke tempat parkir yang jaraknya cukup jauh dengan seorang korea. Sebenarnya bukan sengaja beradu lari tapi karena suatu kami harus cepat-cepat ke parkiran. Waktu itu saya merasa mampu untuk mengimbangi orang ini. Sampai di lokasi nafasku terengah-engah sedangkan si Korea ini masih nampak biasa-biasa saja. Aku sempat diledeki. Di sampaikan kalau dia tiap hari menyempatkan olah raga dan kegemarannya adalah renang. Bos dia pun menganjurkanku untuk menjaga fisik dengan lari karena lari bisa menguatkan kaki dan menyehatkan jantung, begitu katanya.
Untuk urusan makanan mereka pun cukup ketat. Mereka menghindari makanan yang banyak mengandung kolesterol, seperti makanan-makanan yang digoreng. Padahal di sini berjibun makanan yang dimasak dengan minyak goreng berkolesterol. Kalau mau menggoreng pun mereka tidak menggunakan sembarang minyak goreng tapi dengan minyak zaitun yang di sini harganya relatif mahal. Kalau kita jualan nasi goreng atau pisang goreng dan sebangsanya di Korea mungkin kurang laku kali ya…. Saya pernah bertanya ke teman kenapa bau dapur orang Korea selalu aromanya khas. Dan kalau menurut hidung saya yang dari Indo justru kurang sedap dan bikin hilang selera makan. Ternyata mereka memang biasa memasak dengan bumbu pasta fermentasi kedelai, juga ada bawang putih, kecap, jahe. Untuk konsumsi gula dan garam pun mereka batasi, beda dengan kita-kita, kan? Intinya, mereka sangat perhatian dengan apa yang mereka konsumsi karena tahu mencegah itu lebih baik dari pada mengobati.
Bagaimana dengan perokok? Sepanjang yang saya lihat jarang ada orang yang merokok di tempat-tempat umum layaknya di negeri kita yang merupakan surga firdaus jannatin naim-nya para perokok.
Singkatnya, orang Korea punya budaya hidup sehat yang dimulai dari olah fisik, perawatan badan sampai dalam urusan makan dan minum. Sehingga tidak heran meski di usia yang cukup lanjut mereka tetap mampu beraktifitas dengan prima dan secara fisik lebih muda dari usianya. Tapi, nanti saya akan cerita kalau orang korea juga punya kebiasaan jorok. Ya, nanti…
4. Tidak di jumpai Kemacetan di Jalan Raya
Ini yang terkadang membuat saya mikir. Meski Seoul bisa dibilang kota Industri dan perkantoran tapi jarang dijumpai kemacetan panjang layaknya Jakarta. Arus lalu lintas lancar-lancar saja, mungkin malah bisa dibilang cukup lengang kalau dibandingkan Jakarta. Kendaraan pribadi di sana umumnya mobil, jarang bahkan tidak pernah saya jumpai sepeda motor berlalu lalang di jalan raya. Andai ada hanya motor-motor ber cc besar dan itu pun -kata teman Korea ini- untuk antar pesanan dari toko makanan atau yang semisalnya yang melayani jasa antar jemput. Mungkin karena kondisi suhu udaranya yang dingin yang menjadikan kendaraan roda dua tidak banyak digunakan di sini selain karena alasan keselamatan.
5. Kedisiplinan
Selama di Korea kami menginap di Lotte Hotel dekat dengan Gimpo Air Port. Suatu ketika telephon di kamar hotel berdering mengingatkan kami bahwa ada tamu yang sudah menunggu di bawah. Kami memang janji jam 7 pagi di hari itu, tapi hawa dingin membuat kami agak malas keluar pagi.  Maklumlah, kami orang Indonesia yang kalau janji jam 7 paling cepat sampai jam 8. Kedisiplinan mereka yang membuat kami harus bisa menyesuaikan diri.
Suatu ketika kami buru-buru untuk menuju suatu tempat yang letaknya di seberang jalan. Perlu di ketahui, di tempat-tempat tertentu bagi penyeberang jalan ada tempat khusus -sebagaimana di Indo- seperti Zebra Cross dan dilengkapi traffic Light. Ketika lampu menyala merah, tidak ada penyeberang jalan yang nyelonong meski jalanan saat itu lagi sepi dan nyaris tidak ada mobil yang lewat. Bagaimana dengan kita? Andai kita mau langsung nyebrang juga tidak masalah, tapi orang-orang disini disiplin mematuhi aturan yang telah mereka buat.
 6. Infrastruktur
Infrastruktur yang baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Orang Korea paham akan hal ini. Sarana-sarana transportasi dan komunikasi selalu dikembangkan. Korea memiliki Incheon Bridge yang merupakan jembatan terpanjang di dunia yang menghubungkan Incheon International Air Port dan Songdo. Dari Songdo, jembatan sepanjang 12.5 km dan lebar 33.4 m ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit. Selain jembatan yang menghubungkan Incheon Bridge, ada juga jembatan Yeongjong Grand Bridge yang menghubungkan daerah pantai Incheon dengan pulau Yeongjong.
Di jalan tol, mobil tidak usah berhenti untuk ambil tiket atau membayar tol, akan tetapi setiap pintu tol dilengkapi sistem sensor sehingga mempercepat waktu dan memangkas antrean kendaraan. Demikian pula di perempatan lampu merah tidak ada pos polisi yang berdiri akan tetapi setiap lampu merah dilengkapi dengan sesor yang akan mendeteksi kendaraan yang melanggar, dan tentu saja akan muncul tagihan denda bagi si pelanggar.
Suatu ketika kami melakukan perjalanan dari Seoul ke Mokpo dengan kereta cepat KTX. Hal yang menarik adalah adanya jalur kereta yang menembus gunung maupun perbukitan. Terowongan-terowongan yang dilalui kereta cukup panjang dan tentunya semua itu tidak lepas dari perencanaan dan desain yang matang. Dan selama perjalanan beberapa kali kereta yang kami tumpangi melalui terowongan-terowongan panjang tersebut. Ini tentu lebih efisien jika dibandingkan harus membuat track yang mengitari bukit.
Untuk menuju Seoul dari Lotte Hotel di Gimpo kami cukup turun lift hotel. Hotel tempat kami menginap di desain sedemikian rupa sehingga terintegrasi dengan Mall (bawah tanah) dan Subway (semacam commuter line bawah tanah). Jadi untuk menuju stasiun terdekat kami cukup turun ke bawah, menuju tempat pengambilan tiket dan menunggu kereta menuju lokasi yang akan dituju. Banyak jalur Subway di sini jadi beberapa kali kami harus tanya-tanya ke petugas. Benar-benar perencanaan kota yang matang.
7. Kota yang Bersih
Waktu luang yang ada kami gunakan untuk berjalan-jalan di pasar tradisional Korea, Namdaemon Market. Kalau di Jakarta mungkin seperti pasar Tanah Abang, atau Johar di Semarang atau Klewer kalau di Solo. Namdaemon adalah pusat pasar wisata di Korea yang menyediakan berbagai souvenir dan fashion dengan harga miring. Menariknya, meski pasar tradisional akan tetapi masyarakat sini sangat menjaga kebersihan. Tidak ada sampah yang tercecer apalagi yang menumpuk di tepi jalan. Air yang menggenang pun tidak dijumpai. Bersih dan kering. Bagaimana dengan pasar tradisional di tempat kita?
Selama menyusuri jalan-jalan di Seoul aku memang sengaja mau mengecek apakah benar kata orang kalau negara maju itu selalu menjaga kebersihan. Dan memang, selama saya di sana, ada benarnya pernyataan tersebut. Aku belum pernah melihat tumpukan sampah di tepi-tepi jalan, sudut-sudut kota yang kotor, coretan-coretan di dinding, atau tempat-tempat yang jorok tak terawat. Seolah semua lekuk kota telah mendapat sentuhan tangan. Semua nampak tertata, teratur dan terencana dengan baik. Bahkan, dinas kebersihan kota telah menyediakan mobil yang bertugas mengepel jalan yang berdebu.
2007-05 Korea07Paradigma Clean and Dry menjadi sesuatu yang membudaya di Korea. Ini yang menyusahkan kami kalau lagi masuk toilet. Toilet yang ada rata-rata tidak menyediakan fasilitas untuk cebok sehabis kencing karena umunya mereka cebok dengan tisu atau kalau kencing mungkin malah tidak cebok sama sekali. Toilet pun dilengkapi dengan perangkat digital. Kadang tidak perlu pencet tombol, begitu anda mundur air akan keluar sendiri. Di Indonesia pun sebenarnya sudah banyak seperti ini. Intinya, mereka benar-benar menjaga kondisi agar tetap clean and dry, selain karena faktor penghematan penggunaan air. Memang, lantai kamar mandi akan selalu bersih dan kering, tapi dari tinjauan syariat justru jorok bagi si penggunanya karena tidak bisa bersuci pakai air. Nah, ini yang saya bilang tadi orang Korea kadang juga punya kebiasaan jorok. Untuk mensiasati hal ini ya basahi aja tissunya pakai wastafel buat bersuci. Tapi yang lebih parah lagi kalau mau wudhu’ dan kebetulan tidak lagi di Hotel. Terpaksa wudhu di wastafel dan cuci kaki di wastafel.
8. Bagaimana Kaum Muslimin di sana?
10013645_622038427888945_7400545738743745495_n
Kaum Muslimin Melakukan Sholat Jumat
Di Korea kaum muslimin adalah minoritas. Rata-rata kaum muslimin yang ada adalah pendatang meski banyak juga dari penduduk lokal. Jumlahnya hanya 0,1% dari total penduduk 50 juta jiwa. Padi hari jum’at saya dan rombongan menyempatkan diri menghadiri sholat Jum’at di Seoul Central Mosque yang berada di Itaewon, Seoul. Kaum muslimin dari berbagai etnis ada di sana. Dari eropa yang berkulit bule sampai Muslim Afrika yang berkulit hitam tumpah ruah di sana. Ada beberapa warga negara Indonesia yang kami jumpai. INi adalah satu-satunya masjid di Seoul yang dibangun oleh pemerintah. Letaknya di perbukitan. Di sekitar masjid ini ada restoran-restoran yang menjual makanan halal yang dikelola oleh orang muslim.
Yang membuat saya terkesan adalah imam dan khotib di sini telah mengamalkan sunnah dalam khotbah dan dalam pelaksanaan sholatnya. Adzan cuma sekali. Tidak ada salam-salaman setelah sholat. Dan tidak ada dzikir jamaah. Khotbah pertama disampaikan dalam bahasa Inggris, sedangkan khotbah kedua dalam bahasa Korea.
Nah, ini dulu oleh-olehnya. Tapi perlu diingat, tulisan ini bukan pujian untuk Korea, hanya gambaran sepintas dari negeri ginseng itu. Berikut ini saya sampaikan catatan hitamnya juga:
Hal yang perlu diketahui juga adalah bahwa negeri ini bukanlah negara mayoritas muslim jadi akan sangat langka ditemui simbol-simbol Islam di sini. Mayoritas keyakinan penduduk sini adalah Atheis 45%,  agama Budha (23%), Kristen (18%) dan Katolik (10%) secara berturut-turut. Jadi jangan berharap anda bisa ketemu tempat sholat dengan mudah sebagaimana di Indonesia. Orang sini juga biasa mengkonsumsi daging babi dengan berbagai turunannya, jadi berhati-hatilah ketika membeli makanan di restoran-restoran dan supr market. Paling aman adalah makan dengan sea food atau sayur saja.
Meski tadi saya sampaikan mereka orang yang perduli akan kesehatan tapi di lain sisi mereka juga terbiasa merusak diri mereka sendiri dengan sesuatu yang membahayakan kesehatan. Misalnya saja, selain mengkonsumsi daging babi, mereka juga mengkonsumsi minuman-minuman keras dan semacamnya yang dalam syariat kita jelas terlarang.
Free Sex adalah hal yang lumrah di sini. Pergaulan bebas muda-mudi adalah hal yang biasa. Bahkan hidup serumah tanpa ikatan pernikahan adalah kasus yang biasa. Korea juga memberikan kontribusi besar bagi maraknya industri pornografi lewat content film-film dewasa, selain Jepang dan China.
Demikian sepintas pengalaman yang menurut saya cukup unik dari negeri Gingseng ini. Mungkin rekan-rekan yang telah lama di sini akan lebih paham akan kondisi yang sebenarnya. Terima kasih telah meluangkan waktu membaca tulisan ini.

Kamis, 12 Maret 2015

Jalan-Jalan ke Mintobasuki – Bagian 3


Masa lalu akan terasa indah jika kita punya kanvas tuk mengabadikannya…
wpid-fb_img_14259442035576523.jpgHmm…tiap kali aku datang ke tempat ini kenangan masa lalu itu berhamburan begitu saja dari ingatanku. Yah, di tempat ini dulu awal pertama kali aku mulai belajar mengeja alif-ba-ta, mulai belajar wudhu’, belajar sholat, belajar puasa… Usiaku saat itu barulah menginjak 8 atau 9 tahun. Pak Sukarman guru ngaji kami, lulusan IKIP Semarang, orang Muhammadiyah. Beliau lah perintis awal yang mengajari anak-anak di lingkungan sini (Dukuh Jrakah Kulonan) untuk mengenal ngaji. Waktu itu bukanlah masjid yang dijadikan tempat belajar, tetapi rumah orang tuanya yang berdinding gedheg, berlantaikan tanah dan beralaskan gelaran sak yang biasa dipakai jemur gabah. Jangan bayangkan sudah ada listrik, tiang dan kabelnya pun belum masuk Mintobasuki. Lampu minyak tanah nan redup yang menjadi penerang bagi belasan santri-santri kecil ini.
Selepas Maghrib terdengar riuh suara anak-anak yang sedang belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an di bawah temaram cahaya lampu teplok yang menggantung di tengah-tengah ruangan. Rumah joglo sederhana itu nampak hidup dengan bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan belasan bocah-bocah mungil. Sesekali terdengar gurau dan gelak tawa lepas. Sungguh masa lalu yang membuatku rindu untuk menemuinya lagi di hari ini. Rindu akan bocah-bocah bersarung dan berpeci yang berebutan air wudhu di padasan tatkala adzan maghrib berkumandang. Rindu akan wajah-wajah polos yang khusyu’ menghadap gurunya mendengarkan kisah orang-orang sholih sang teladan. Rindu akan anak-anak kecil yang memegang obor melintasi pematang sawah menyibak pekatnya malam setelah pulang dari mengaji. Ternyata gelapnya malam tak menghalangi bocah-bocah itu tuk melangkahkan kakinya menuju ‘madrasah’ yang akan mengantarkan mereka pada keutamaan yang hakiki. Bintang-bintang di langit seolah menjadi saksi langkah-langkah kaki mungil itu.
Beberapa tahun kemudian, atas inisiatif guru ngaji kami, langgar yang sederhana pun didirikan. Warga sekitar ikut gotong royong menyumbangkan dana dan tenaga semampunya. Ya, sangat sederhana. Tiang-tiangnya dari bambu, dindingnya dari gedheg, atapnya dari genting biasa, lantainya gelaran sak yang dijahit. Sederhana tapi cukup membuat kami nyaman. Inilah madrasah kami yang baru. Di sanalah kami melanjutkan pelajaran-pelajaran kami. Letak langgar kami saat itu berada di halaman rumah orang tua Pak Sukarman, agak sedikit ke barat dari musholla yang ada sekarang.
Karena guru kami dari Muhammadiyah jadi ada sedikit perbedaan dengan yang diajarkan kyai-kyai lain di Mintobasuki. Yang paling aku ingat adalah tata cara sholat yang mungkin menurut anggapan sebagian orang agak asing, tapi beberapa tahun kemudian aku ketahui justru memang seperti itulah sholat yang sesuai sunnah Nabi Muhammad -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Persis dengan tata cara sholat yang aku pelajari dari buku Shifat Sholat Nabi karya syaikh Al-Albani rahimahulloh. Banyak hal yang ingin aku tuliskan di sini tentang masa-masa itu, tapi aku pikir bukan di sini tempatnya.
Perbedaan ‘aliran’ inilah yang akhirnya mencuat. Kasak kusuk pun mulai terdengar. Akhirnya, warga sepakat mendirikan musholla baru di depan rumah Mbah Sumo Jamroh. Saat itu aku baru SMP kelas 2 awal, sekitar tahun 1993-an. Musholla yang sederhana tapi masih lebih baik dari yang sebelumnya. Tiang-tiangnya dari kayu, dindingnya dari triplek yang cukup tebal, atapnya dari genting press. Lantainya pun diperbaiki secara bertahap, mulai dari gelaran sak, kemudian tegel biasa, kemudian diganti dengan lantai keramik. Musholla diberi nama al-Barokah. Listrik sudah ada. Namun musholla sepi karena tidak ada yang mengurusi secara penuh. Awal-awalnya banyak bocah yang ngaji karena ada guru dari tengahan. Tapi, istiqomah adalah sesuatu yang berat. Cuma bertahan beberapa waktu, selanjutnya musholla sepi. Beberapa anak yang sudah bisa baca al Qur’an mengajari bocah-bocah lainnya dengan sedikit ilmu yang dimilikinya.
wpid-fb_img_14259442081997867.jpgKemudian, karena suatu hal, sekitar tahun 2006, musholla al-Barokah pun dibongkar lagi dan dipindahkan ke lokasi semula, di halaman rumah mbah Wakidin (Orang tua Pak Sukarman). Dengan swadaya dari masyarakat setempat dan bantuan dana dari yayasan al-Baiti Kuwait musholla yang diberi nama Utsman bin Affan pun berdiri dengan anggunnya seperti yang terlihat sampai sekarang. Tapi Pak Sukarman tidak lagi tinggal di situ, sudah pindah ke Kayen bersama keluarganya.
Di sebelah selatan Musholla itu dulunya ada sebuah rumah yang sederhana dan disitulah awal mula kami mengaji, itulah madrasah kami yang pertama. Tapi rumah itu sudah lama dirubuhkan dan ditinggalkan penghuninya setelah disapu angin puting beliung yang merontokkan hampir seluruh bangunan atapnya.
Itulah sekilas tentang Musholla Utsman bin Affan yang berada di RW 02 Dukuh Jrakah Kulonan Mintobasuki. In Syaa Alloh kita akan jalan-jalan di tempat yang lain.

Rabu, 11 Maret 2015

Berita Panas: Pilkades Mintobasuki 2015


wpid-2015307092122.jpgwpid-fb_img_14259442079272635.jpgPilihan Kepala Desa kurang 15 hari lagi. Suasana hangat pun kian kian tambah hangat. Sejak dua minggu yang lalu masing-masing calon sudah mensosialisasikan diri dengan memasang foto-foto di sudut-sudut desa, tepi-tepi jalan dan tempat-tempat keramaian. Para sabet dan pendukung kian getol bergerilya menggaet suara sebanyak-banyaknya. Saat ini di Mintobasuki yang menduduki rating tertinggi dari sekian topik perbincangan adalah masalah pilkades. Kumpul-kumpul sana sini ini yang selalu jadi topik paling hit dan paling hot.
Ada baiknya kita mengetahui sedikit biografi dari masing-masing calon.
wpid-fb_img_14259442080622425
Calon No Urut 1:
Nama : Bp Santoso
Tempat tanggal lahir : Pati, 2 Oktober 1954
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ds Mintobasuki RT 2 RW 4 Kec Gabus, Pati.
wpid-wp-1426078288458
Calon No Urut 2:
Nama : Dwi Kadariyatun
Tempat/Tanggal Lahir : Kulon Progo, 24 September 1970
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Mintobasuki RT 5 RW 3, Kec Gabus Pati.

Selasa, 10 Maret 2015

Jalan-Jalan ke Mintobasuki – Bagian 2


wpid-fb_img_14259442053893764.jpg
Bangunan Cengek Mintobasuki
Warga Mintobasuki tentunya tidak asing dengan foto bangunan di samping ini. Yah, dulunya bukan bangunan ini yang berdiri di sini, tapi sebatang pohon asem ndoyong nan rimbun yang berdiri tepat di tengah jalan ini. Orang sini menyebutnya mbah Cengek dan menjadi pohon yang dikeramatkan. Entah kenapa disebut Mbah Cengek, saya juga belum pernah dengar dongeng akan asal-usulnya. Lokasinya di RW 01 Dukuh Jrakah Loran desa Mintobasuki, tepat di tepian sungai Silugonggo. Dulunya lokasi ini merupakan tempat pemandian warga yang ramai dikunjungi setiap pagi dan sore. Waktu itu sumur rumahan apalagi pompa air adalah sesuatu yang langka. Sehingga kebutuhan akan air bersih diambil dari kali, terlebih dari lokasi babakan Cengek ini. Lokasinya yang landai dan tidak curam seperti tempat-tempat lain menjadi pilihan tersendiri bagi warga. Warga pun sepakat berinisiatif membuat tempat pemandian yang nyaman dan aman di sini. Oleh karenanya, tak heran jika tempat ini begitu ramai dikunjungi warga yang mau ambil air, mandi atau sekedar lihat orang mandi. Hadeehhh….!!!
Namun seiring dengan perjalanan waktu, ketika listrik sudah masuk desa, sedikit demi sedikit warga mulai meninggalkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Mereka berpindah ke sumur bor yang disedot dengan mesin pompa air. Mandi pun tidak lagi di kali tapi di rumah, di kamar mandi dalam. Dan nasib babakan mbah Cengek pun berangsur-angsur ditinggalkan dan lama-lama dilupakan. Semakin lama semakin nampak tak terawat.  Apalagi sekarang, sudah tidak zamannya mandi di sungai. Meski waktu kecilku itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.

wpid-fb_img_14259442049985622.jpg
C
wpid-fb_img_14259442036366429.jpg

Banyak beredar cerita-cerita horor seputar mbah Cengek ini. Benar atau tidaknya saya yakin lebih banyak tidaknya. Sekedar cerita dari mulut ke mulut, satu cerita tentunya dibumbui banyak penyedap agar enak dinikmati telinga. Sehingga sosok Mbah Cengek pun kian nampak benar-benar keramat dalam pandangan warga. Konon kabarnya pada malam-malam tertentu tempat ini banyak didatangi kucing-kucing liar yang tidak tahu dari mana asal-usulnya. Meski cerita ini cuma dibuat-buat, tapi saya pernah mengalaminya sendiri. Pada suatu malam kebetulan saya ada di jarak sekitar 200an meter dari tempat ini dan terdengar banyak sekali suara kucing yang meraung-raung saling bersahutan tiada henti. Yah, mungkin memang ada kucing-kucing yang lagi pada main di situ jadi jangan dibuat horor (kucing mau kawin kaleee…). Konon kabarnya pula, ada anak yang lagi asik cari jangkrik di malam hari dan kebetulan dekat dengan tempat ini langsung diserang kucing-kucing liar dan dia pun lantas lari terbirit-birit. Benar tidaknya, Allohu a’lam.
Orang menyebut, Cengek adalah punden. Punden yaitu tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa; atau tempat keramat; atau juga sebutan untuk sesuatu yg sangat dihormati. Sedangkan Pepunden maknanya junjungan; atau pujaan; atau sesuatu yg dihormati sekali seperti azimat sebagaimana disebutkan dalam KBBI. Dengan mengacu makna ini maka tahulah kita bagaimana kedudukan Cengek ini dalam perspektif spiritual warga sini.
Tempat ini selalu didatangi warga yang akan mengadakan hajat tertentu seperti nikahan, sunatan, buat rumah, nadzar dsb. Bahkan juga dijadikan tempat penyembelihan hewan untuk dikorbankan. Mereka berdoa di sini meminta kepada Mbah Cengek agar diberi keberkahan, lancar rejeki, lancar urusan, kesehatan, dan semisalnya. Sewaktu kecil dulu, simbahku pernah ngajak ‘manganan’ di sini ketika aku mau sunatan. Tapi aku menolak keras dan akhirnya bajuku yang dibawa mewakili aku. Manganan yaitu ritual makan-makan disini bagi keluarga yang akan punya hajatan.
Pada saat sedekah bumi, warga RW 01 khususnya berduyun-duyun datang ketempat ini dengan membawa makanan dan saji-sajian lalu seorang yang dituakan mendoakan sebelum makanan tersebut disantap ramai-ramai. Dalam tradisi sedekah bumi warga Mintobasuki mengadakan pertunjukan wayang sehari semalam. Sebelum pertunjukan wayang digelar, sang Dalang bersama beberapa perangkat desa atau yang mewakili mendatangi Cengek dengan membawa beberapa wayang kulitnya lalu berdoa meminta keselamatan. Ritual ini disebut ‘Mbuwang Sengkolo’ yaitu menghilangkan mara bahaya agar warga Mintobasuki senantiasa dijauhkan dari musibah, huru hara dan mala petaka.
Pada saat Bp Marsono menjabat kepala desa, pohon Asem Ndoyong ini sudah ditebang dengan alasan menghalangi perbaikan jalan. Akan tetapi ada seorang dukun yang terkenal di sini justru membangun bangunan baru di bekas tebangan pohon asem tersebut yang bisa dilihat sampai sekarang. Alhasil, ritual mendatangi Mbah Cengek pun masih dilestarikan sampai sekarang, bahkan lebih nyaman dari sebelumnya.
Dengan mencermati kondisi di atas maka kita patut prihatin karena ternyata ritual-ritual yang menjurus kepada kesyirikan masih demikian kuat berakar dalam budaya masyarakat Mintobasuki. Kita tidak ragu lagi bahwa berdoa kepada selain Alloh adalah sesuatu yang sangat dimurkai Alloh dan tidak layak seorang muslim melakukan hal itu. Perlu adanya pembinaan dan penyadaran terus-menerus agar masyarakat paham akan bahayanya mendatangi tempat-tempat yang dikeramatkan dan meminta-minta padanya. Perlu adanya upaya sungguh-sungguh dari para da’i untuk mengingatkan pentingnya berdoa dan beribadah hanya kepada Alloh -ta’ala-, baik dalam khotbah di mimbar-mimbar, dalam interaksi keseharian, dalam pengajian-pengajian dan lain sebagainya.
Kita berdoa kepada Alloh dari melakukan perbuatan yang mengarah kepada kesyirikan, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari.
Allohu a’lam.

Rabu, 04 Maret 2015

Warga Koripan Sampi Mintobasuki Memasuki Masa Panen


wpid-2015215060921.jpgMasa panen padi warga Koripan Sampi dan Karanganyar Mintobasuki sudah dekat, tinggal hitungan hari. Padi di sawah sudah menguning, membuat girang penanamnya. Tahun ini membawa berkah tersendiri bagi warga tani Mintobasuki karena tidak ada ‘hama banjir’ yang biasanya datang di akhir bulan Desember sampai akhir Januari.
Beberapa warga tani malah ada juga yang sudah  mempersiapkan lahan untuk persemaian bibit padi. Harapannya, seusai panen ini mereka bisa langsung melakukan penanaman yang kedua. Dengan demikian, masa tunggu antara masa panen dengan masa penanaman berikutnya tidaklah terlalu lama. Selain efisiensi waktu, langkah ini ditempuh agar tanaman padi mereka tetap cukup air sampai tiba musim panen berikutnya. Hal ini mengingat masa panen berikutnya diperkirakan mendekati musim kemarau sehingga sangat mungkin mereka akan menghadapi masalah pengairan jika tidak cepat-cepat memanfaatkan kesempatan yang ada. Oleh karenanya, langkah ‘curi start’ dan ‘jemput bola’ pun mereka lakukan.
wpid-2015307140720.jpg wpid-2015307130914.jpg
Kondisi ini tentunya berbeda dengan warga tani yang areal persawahan mereka dekat dengan aliran sungai Silugonggo karena meski curah hujan sudah rendah mereka masih bisa memanfaatkan aliran sungai Silugonggo untuk pengairan. Sungai Silugonggo yang airnya tidak pernah kering sepanjang tahun merupakan berkah yang besar bagi para petani di sekitarnya. Para warga tani yang berada di sekitar DAS Silugonggo sudah melakukan penanaman sejak beberapa minggu yang lalu. Hal ini karena meraka pun sudah memasuki masa panen sekitar satu bulan atau lebih dibandingkan warga tani Koripan Sampi.
Seperti halnya warga tani lainnya, warga tani di dusun ini pun mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairan utamanya. Tidak jarang jika hujan tidak turun atau turun dengan intensitas yang kurang memadai para warga memanfaatkan air sungai tambak untuk pengairan. Biaya operasional pun tidak sedikit, cukup memberatkan  para warga karena untuk pengairan ini harus menggunakan pompa air yang cukup menghabiskan banyak biaya. Namun mereka tidak ada pilihan lain. Inilah langkah yang mesti ditempuh agar ketika masa panen tiba mereka bisa memetik hasilnya.
Harapannya, para pemimpin dan aparat desa Mintobsuki bisa memberikan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan pengairan pertanian ini karena bagaimana pun juga warga tani Mintobasuki sangat mengharapkan adanya sistem perbaikan untuk menunjang kemajuan usaha mereka. Lahan pertanian merupakan tumpuan harapan bagi sebagian besar warga untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Perbaikan infrastruktur pertanian akan sangat berdampak bagi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan mereka.
Sekian

Jalan-Jalan ke Mintobasuki – Bagian 1


Shahabat Mintobasuki, tahukah anda ini foto Mintobasuki daerah mana?
wpid-2015222100430.jpg wpid-2015222100439.jpg
Di tempat inilah dahulu, sekitar tahun 80-an, aku sering menghabiskan waktu-waktuku bersama teman-teman. Bermain sepeda-sepedaan, kejar-kejaran, petak umpet… Masa-masa yang telah jauh terlewatkan namun belum hilang dari ingatan. Yang tak pernah terlupakan dari jalanan ini adalah: di sinilah dulu pertama kali aku belajar naik sepeda. Dengan pinjam sepeda jengki karatan milik tetangga, tanpa rem, tanpa selebor, tanpa tutup rantai, pedal yang tinggal besinya, aku nekat belajar sendiri dengan ditemani adik perempuanku. Jatuh bangun, babak belur seolah tak terasa kalah dengan nikmatnya angan-angan bisa naik sepeda. Beberapa kali aku harus menabrakkan sepeda itu ke pohon randu atau membenturkannya ke pagar yang ada di tepian pohon jika mau berhenti. Karena aku belum bisa cara menghentikan sepeda. Gelak tawa pun pecah tiap kali aku tersungkur ke semak-semak atau terjerembab ke jalanan yang berdebu. Tiada kata menyerah untuk sebuah cita-cita. Umurku kala itu baru 8 tahun. Sebuah usia yang terlalu ‘tua’ untuk ukuran anak sekarang belajar naik sepeda.
Belum banyak yang berubah dengan tempat ini, cuma jalanan ini yang sekarang dicor semen. Dulu masih tanah biasa dengan rimbunan pohon randu-randu besar dan lulup di kanan kirinya. Kalau musim hujan datang jalanan ini dulunya terkenal licin karena tanahnya lempung dan liat. Ya, inilah jalan desa Mintobasuki RW 2, jalan paling barat dari desa Mintobasuki. Jaraknya tidak jauh dari tepian sungai Silugonggo. Jalan penghubung RT 02 dan RT 01 RW 02. Sekarang nampak tak terawat, banyak rerumputan yang mulai meninggi.

Minggu, 01 Maret 2015

Di Tepian Silugonggo


Untitled
Sungai Silugonggo dilihat dari google Maps. Lokasi di RW 2 Desa Mintobasuki Gabus-Pati.
Berikut ini foto-foto sungai Silugonggo di akhir Februari 2015. Debit air masih normal. Di musim penghujan air sungai terlihat keruh kecoklatan disebabkan lumpur yang ikut hanyut karena derasnya arus air.  Kondisi ini kurang menguntungkan para nelayan karena aktifitasnya terganggu. Para nelayan membutuhkan arus sungai yang tenang untuk pasang jaring perangkap ikan. Namun untuk para pemancing kondisi ini tidak terlalu bermasalah.
Dibeberapa tempat sudah nampak pendangkalan yang parah. Pendangkalan ini disebabkan karena banjir dari hulu yang membawa lumpur dengan volume yang cukup besar. Daerah sekitar DAS juga rentan longsor pasca pengerukan sekitar 2 tahun yang lalu dan belum ada tanaman pelindung yang bisa mengurangi pengikisan tepian sungai dari derasnya arus air. Belum lagi ditambah sampah-sampah dan pepohonan yang ikut tumbang dan terseret arus akhirnya mengendap menambah proses pendangkalan.
wpid-2015222100319.jpg
Kondisi seperti ini sangat rentan terjadi banjir seperti tahun yang lalu jika curah hujan cukup tinggi. Untunglah tahun ini curah hujan di Pati tidak terlalu tinggi sehingga tidak perlu khawatir dengan banjir.
wpid-2015222100332.jpg  wpid-2015222100324.jpg

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)