*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Kamis, 12 Maret 2015

Jalan-Jalan ke Mintobasuki – Bagian 3


Masa lalu akan terasa indah jika kita punya kanvas tuk mengabadikannya…
wpid-fb_img_14259442035576523.jpgHmm…tiap kali aku datang ke tempat ini kenangan masa lalu itu berhamburan begitu saja dari ingatanku. Yah, di tempat ini dulu awal pertama kali aku mulai belajar mengeja alif-ba-ta, mulai belajar wudhu’, belajar sholat, belajar puasa… Usiaku saat itu barulah menginjak 8 atau 9 tahun. Pak Sukarman guru ngaji kami, lulusan IKIP Semarang, orang Muhammadiyah. Beliau lah perintis awal yang mengajari anak-anak di lingkungan sini (Dukuh Jrakah Kulonan) untuk mengenal ngaji. Waktu itu bukanlah masjid yang dijadikan tempat belajar, tetapi rumah orang tuanya yang berdinding gedheg, berlantaikan tanah dan beralaskan gelaran sak yang biasa dipakai jemur gabah. Jangan bayangkan sudah ada listrik, tiang dan kabelnya pun belum masuk Mintobasuki. Lampu minyak tanah nan redup yang menjadi penerang bagi belasan santri-santri kecil ini.
Selepas Maghrib terdengar riuh suara anak-anak yang sedang belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an di bawah temaram cahaya lampu teplok yang menggantung di tengah-tengah ruangan. Rumah joglo sederhana itu nampak hidup dengan bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan belasan bocah-bocah mungil. Sesekali terdengar gurau dan gelak tawa lepas. Sungguh masa lalu yang membuatku rindu untuk menemuinya lagi di hari ini. Rindu akan bocah-bocah bersarung dan berpeci yang berebutan air wudhu di padasan tatkala adzan maghrib berkumandang. Rindu akan wajah-wajah polos yang khusyu’ menghadap gurunya mendengarkan kisah orang-orang sholih sang teladan. Rindu akan anak-anak kecil yang memegang obor melintasi pematang sawah menyibak pekatnya malam setelah pulang dari mengaji. Ternyata gelapnya malam tak menghalangi bocah-bocah itu tuk melangkahkan kakinya menuju ‘madrasah’ yang akan mengantarkan mereka pada keutamaan yang hakiki. Bintang-bintang di langit seolah menjadi saksi langkah-langkah kaki mungil itu.
Beberapa tahun kemudian, atas inisiatif guru ngaji kami, langgar yang sederhana pun didirikan. Warga sekitar ikut gotong royong menyumbangkan dana dan tenaga semampunya. Ya, sangat sederhana. Tiang-tiangnya dari bambu, dindingnya dari gedheg, atapnya dari genting biasa, lantainya gelaran sak yang dijahit. Sederhana tapi cukup membuat kami nyaman. Inilah madrasah kami yang baru. Di sanalah kami melanjutkan pelajaran-pelajaran kami. Letak langgar kami saat itu berada di halaman rumah orang tua Pak Sukarman, agak sedikit ke barat dari musholla yang ada sekarang.
Karena guru kami dari Muhammadiyah jadi ada sedikit perbedaan dengan yang diajarkan kyai-kyai lain di Mintobasuki. Yang paling aku ingat adalah tata cara sholat yang mungkin menurut anggapan sebagian orang agak asing, tapi beberapa tahun kemudian aku ketahui justru memang seperti itulah sholat yang sesuai sunnah Nabi Muhammad -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Persis dengan tata cara sholat yang aku pelajari dari buku Shifat Sholat Nabi karya syaikh Al-Albani rahimahulloh. Banyak hal yang ingin aku tuliskan di sini tentang masa-masa itu, tapi aku pikir bukan di sini tempatnya.
Perbedaan ‘aliran’ inilah yang akhirnya mencuat. Kasak kusuk pun mulai terdengar. Akhirnya, warga sepakat mendirikan musholla baru di depan rumah Mbah Sumo Jamroh. Saat itu aku baru SMP kelas 2 awal, sekitar tahun 1993-an. Musholla yang sederhana tapi masih lebih baik dari yang sebelumnya. Tiang-tiangnya dari kayu, dindingnya dari triplek yang cukup tebal, atapnya dari genting press. Lantainya pun diperbaiki secara bertahap, mulai dari gelaran sak, kemudian tegel biasa, kemudian diganti dengan lantai keramik. Musholla diberi nama al-Barokah. Listrik sudah ada. Namun musholla sepi karena tidak ada yang mengurusi secara penuh. Awal-awalnya banyak bocah yang ngaji karena ada guru dari tengahan. Tapi, istiqomah adalah sesuatu yang berat. Cuma bertahan beberapa waktu, selanjutnya musholla sepi. Beberapa anak yang sudah bisa baca al Qur’an mengajari bocah-bocah lainnya dengan sedikit ilmu yang dimilikinya.
wpid-fb_img_14259442081997867.jpgKemudian, karena suatu hal, sekitar tahun 2006, musholla al-Barokah pun dibongkar lagi dan dipindahkan ke lokasi semula, di halaman rumah mbah Wakidin (Orang tua Pak Sukarman). Dengan swadaya dari masyarakat setempat dan bantuan dana dari yayasan al-Baiti Kuwait musholla yang diberi nama Utsman bin Affan pun berdiri dengan anggunnya seperti yang terlihat sampai sekarang. Tapi Pak Sukarman tidak lagi tinggal di situ, sudah pindah ke Kayen bersama keluarganya.
Di sebelah selatan Musholla itu dulunya ada sebuah rumah yang sederhana dan disitulah awal mula kami mengaji, itulah madrasah kami yang pertama. Tapi rumah itu sudah lama dirubuhkan dan ditinggalkan penghuninya setelah disapu angin puting beliung yang merontokkan hampir seluruh bangunan atapnya.
Itulah sekilas tentang Musholla Utsman bin Affan yang berada di RW 02 Dukuh Jrakah Kulonan Mintobasuki. In Syaa Alloh kita akan jalan-jalan di tempat yang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)