*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Sabtu, 11 April 2015

Ikhlas Dalam Setiap Amal


Orang awam sering mengartikan ikhlas dengan beramal tanpa mengharapkan pamrih dari orang lain. Artian ini tidaklah salah. Namun ada definisi yang lebih luas untuk menjelaskan ikhlas ini, yaitu beramal semata-mata mengharapkan keridhaan Alloh -ta’ala- dan membersihkannya dari tujuan-tujuan duniawi maupun pengharapan kepada manusia. Seseorang tatkala beramal dengan sesuatu yang disyariatkan hendaklah benar-benar diniatkan murni hanya untuk Alloh dan tidak mencampurinya dengan tujuan-tujuan lain. Ikhlas adalah salah satu syarat mutlak bagi diterimanya sebuah amal. Tanpa keihlasan amalan yang dikerjakan akan sia-sia tanpa mendapat ganjaran apa pun dari Alloh ta’ala bahkan bisa menjerumuskun pelakunya kepada dosa dan kemurkaanNya.
Terkait bercampurnya keikhlasan dengan tujuan-tujuan lain bisa diklasifikasikan menjadi tiga golongan:

Pertama: Seseorang beramal dengan suatu amalan untuk mendekatkan diri kepada Alloh akan tetapi tercampuri dengan harapan mendapat pujian dan sanjungan dari manusia. Amal yang demikian ini tertolak, bahkan pelakunya terjerumus pada syirik kecil, yaitu riya, sebab amalan yang semestinya ia tujukan hanya untuk mengharap keridhaan Alloh ta’ala ia tujukan juga untuk manusia. Riya’ , meski syirik kecil, akan tetapi besar dosanya.


Kedua: Seseorang yang beramal dengan amalan yang disyariatkan tapi niatnya hanya untuk mendapatkan dunia, semisal untuk memperoleh harta, jabatan, kedudukan, wanita dan sebagainya, meski dia tidak mengharap sanjungan dan pujian dari manusia. Amalan seperti ini pun tertolak dan tidak mendapat balasan apa pun di sisi Alloh -ta’ala-.

Ketiga: Seseorang beramal dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh, akan tetapi dibarengi juga dengan niatan mendapatkan dunia. Semisal seseorang sholat selain mengharapkan pahala juga berniatagar sehat, puasa  selain untuk mendekatkan diri kepada Alloh juga agar langsing, bersuci selain niat ibadah juga diniatkan untuk menjaga kebersihan. Dalam permasalahan ini ulama menjelaskan, jika niat taqarrub (ibadahnya) lebih besar, maka dia mendapatkan luput baginya pahala yang sempurna. Akan tetapi jika niat keduniaannya yang lebih besar, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya tanpa mendapat pahala apa-apa. Bahkan perbuatannya ini bisa menjerumuskannya kepada perbuatan dosa.

عَنْ أمِيرِ المُؤْمِنِينَ أبي حَفْصِ ” عُمَرَ بْنِ الخَطَاب ” رَضيَ الله عَنْهُ قَال: سَمِعت رسُولَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُول:
“إنَّمَا الأعْمَالُ بَالْنيَاتِ، وَإنَّمَا لِكل امرئ مَا نَوَى، فمَنْ كَانَتْ هِجْرَتهُ إلَى الله وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتهُ إلَى الله وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرتُهُ لِدُنيا يُصيبُهَا، أو امْرَأة يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُه إلَى مَا هَاجَرَ إليهِ “.

“Dari Amirul Mukminin Abu Hafshoh, Umar ibn Khothob -rodhiyallohu ‘anhu berkata: aku mendengar Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niat-niatnya. Dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya menuju Alloh dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rasulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang ia usahakan, atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan” (HR Bukhari dan Muslim)

Para ulama dahulu sangatlah intent dalam memperhatikan berbolak-baliknya hati mereka karena keikhlasan adalah sesuatu yang berat. Bahkan, ada ulama yang mengatakan bahwa yang paling berat baginya adalah menata hati agar senantiasa istiqomah dalam keikhlasan. Syaitan sangatlah lihai dalam memperdaya hati anak-anak adam, dia selalu punya cara untuk menjerumuskan manusia agar terjebak kepada dosa dan maksiat termasuk meninggalkan keikhlasan. Ketika seseorang merasa sudah bisa ikhlas dan bersih dari riya, maka saat itu riya’ datang lagi dengan bentuk yang lain.
Marilah kita jaga hati agar senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada Alloh. Baik dalam ibadah – ibadah mahdhoh (yang telah ditentukan tata cara dan kaifiyatnya) seperti sholat, puasa, haji dsb; maupun yang ghairu mahdhoh (tidak dijelaskan tata caranya) seperti senyum, shodaqoh, mencari nafkah, berbuat baik kepada orang lain, dsb. Salah satu kiat agar ibadah kita bisa ikhlas adalah dengan menyembunyikannya dari pandangan manusia. Menyembunyikan amal ibadah memiliki keutamaan tersendiri di sisi Alloh ta’ala.

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS Al-Baqarah: 271)


Seeorang yang ikhlas dalam beribadah akan nampak dalam tingkah lakunya. Baginya, dipuji maupun tidak, tidaklah berpengaruh terhadap amalnya. Tidak penting baginya apakah dirinya diperhitungkan di tengah-tengah manusia ataukah tidak,  karena itu bukanlah tujuannya. Tak menyedihkan hatinya orang-orang yang mengabaikannya. Tak merisaukan jiwanya orang-orang yang mencelanya. Dan tak peduli baginya tempat di hati-hati manusia. Keikhlasan akan mengantarkan pada keistiqomahan dalam beramal karena yang dituju di setiap amalnya adalah ridha Alloh semata.

Sebaliknya, seseorang yang dihatinya selalu diliputi riya dalam beramal akan menjadikan jiwanya tersiksa dan batinnya senantiasa diliputi kesedihan. Jiwanya tersiksa jika dia tidak mendapatkan tempat di hati-hati manusia. Hatinya sedih karena selalu berharap mendapatkan ridha dari manusia. Seandainya harapan-harapannya tak terpenuhi kesedihan dan kegalauan senantiasa melanda batinnya. Semangat jika mendapat sanjungan dan pujian, futur (lemah) jika tidak mendapatkan apa-apa dari manusia. Ini yang menjadikan amalnya tidak bisa langgeng dan konsisten.
Kita senantiasa berlindung kepada Alloh dari amal-amal yang tidak didasari keikhlasan, dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk bisa ikhlas mengharap ridha Alloh semata dalam setiap amalan kita.
Allohu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)