Definisi Pembangunan
 Para
 pakar berbeda-beda dalam mendefinisikan arti pembangungunan. Namun 
secara umum mereka memaknai pembangunan sebagai perubahan ke arah yang 
lebih baik dengan upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana.
 Perubahan di sini meliputi berbagai bidang kehidupan, baik politik, 
ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain-lainnya. Sedangkan 
maksud sadar dan terencana adalah bahwa pembangunan itu bukanlah hasil 
dari sebuah kebetulan melainkan terwujud melalui mekanisme yang 
terkonsep dan terarah.
Para
 pakar berbeda-beda dalam mendefinisikan arti pembangungunan. Namun 
secara umum mereka memaknai pembangunan sebagai perubahan ke arah yang 
lebih baik dengan upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana.
 Perubahan di sini meliputi berbagai bidang kehidupan, baik politik, 
ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain-lainnya. Sedangkan 
maksud sadar dan terencana adalah bahwa pembangunan itu bukanlah hasil 
dari sebuah kebetulan melainkan terwujud melalui mekanisme yang 
terkonsep dan terarah.
Titik berat pembangunan biasanya berorientasi pada peningkatan 
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Meski 
ada pula yang menambahkan perbaikan aspek nilai-nilai moral dan etika 
umat. Barometer kemajuan berbeda-beda untuk setiap daerah. Daerah yang 
terpencil dan terisolir -misalnya- ukuran kemajuannya bisa saja dinilai 
dari tersedianya akses jalan yang memadai untuk memperlancar distribusi 
hasil produksi, aliran listrik yang terjangkau untuk peningkatan 
produksi, dan perbaikan taraf hidup dengan tercukupinya kebutuhan 
primer. Berbeda halnya dengan daerah yang sudah mapan ukuran kemajuan 
bisa saja dinilai dari tercukupinya kebutuhan tersier.
Namun bila kita cermati ulasan para pakar dalam mendefinisikan arti 
pembangunan di sini hanya menyentuh aspek yang bersifat keduniawian 
tanpa memperhatikan aspek spiritual. Meski -sebagaimana di atas- ada 
juga yang memasukkan tata nilai dan moral sebagai barometernya. Sebagai 
makhluk dan hamba Alloh tentu kita tidak mendefinisikan pencapaian 
pembangunan hanya pada tataran duniawi saja akan tetapi juga -yang 
terpenting- pada tataran ukhrawi. Sebab, sebagai seorang muslim kita 
berkeyakinan bahwa kehidupan tidaklah berakhir di atas dunia ini saja 
akan tetapi berkelanjutan sampai di negeri akhirat. Kehidupan akhirat 
itulah yang lebih baik, lebih kekal dan lebih abadi. Dengan demikian, 
upaya untuk meraih ‘kesejahteraan’ ukhrawi sudah semestinya mendapatkan 
porsi lebih untuk diperhatikan.
Kembali ke topik pembangunan di atas, bahwa tujuan pembangunan adalah
 meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan dalam arti luas. Setiap 
pembangunan dalam sebuah komunitas pada umumnya berorientasi ke sana. 
Ada pun sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan tersebut tentulah 
berbeda-beda dan sangat kondisional dengan waktu dan tempat. Ini penting
 kita pahami terlebih dahulu agar kita tidak terjebak memaknai 
pembangunan dari sudut pandang yang sempit dan parsial.
Mintobasuki Membangun
Selama dasawarsa terakhir kita melihat adanya geliat yang positif di 
Mintobasuki yang semuanya itu tidak lepas dari peran serta aktif 
masyarakat yang bersinergi dengan para penyelenggara pemerintahan desa. 
Infrastruktur desa yang memadai untuk meningkatkan produktivitas warga, 
tingkat perekonomian yang membaik, kesadaran keberagamaan yang mulai 
tumbuh, kehidupan sosial yang hangat, tingkat pendidikan warga yang kian
 meningkat, dll yang semuanya itu bisa menjadi indikator bagi sebuah 
pencapaian pembangunan desa.
Infrastruktur yang merupakan faktor penopang kemajuan pembangunan 
desa telah tersedia. Jalan-jalan desa yang hampir 80%-nya telah 
dikeraskan, baik dengan pengaspalan maupun cor semen sehingga 
mempermudah mobilisasi warga. Sarana pendidikan yang memadai dengan 
berdirinya gedung-gedung sekolah dan madrasah TPQ beserta tenaga 
pengajarnya. Fasilitas pemerintahan desa berupa gedung balai desa dan 
sarana penunjangnya. Ketersediannya bidan desa untuk memfasilitasi warga
 yang hamil dan melahirkan. Dibangunnya PAM Simas di RW 2 yang 
menyediakan supplai air untuk warga Mintobasuki. Dibangunnya 
masjid-masjid untuk memfasilitasi warga guna melakukan aktifitas 
keagamaan dan peribadahan. Terhitung ada 6 Musholla dan 1 masjid induk 
yang telah berdiri. Pembangunan tanggul air di tiga titik kali tambak 
untuk memfasilitasi petani mendapat pengairan lahan pertanian. Dan 
mungkin masih ada  infrastruktur lainnya yang lepas dari pengamatan 
kami. Semua sarana fisik tersebut diharapkan mampu mempercepat laju 
kemajuan pembangunan desa Mintobasuki.
Sebuah Catatan…
Permasalahan yang perlu dicermati bersama adalah bahwa pembangunan 
hendaklah berwawasan kependudukan yang berorientasi pada peningkatan 
kualitas sumber daya manusia. Penduduk merupakan subyek sekaligus obyek 
pembangunan. Jadi, tidak bisa kita menitikberatkan pembangunan pada 
infrastruktur semata dengan mengesampingkan sisi peningkatan sumber daya
 manusia. Harus ada keseimbangan dalam hal ini. Inilah yang disebut 
pembangunan manusia seutuhnya. Sudah saatnya kita merubah pola pikir 
kita selama ini yang menitikberatkan pencapaian pembangunan pada aspek 
fisik materiil semata, namun yang lebih penting adalah pembangunan non 
fisik yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Kita tidak katakan 
bahwa pembangunan fisik itu tidak penting, akan tetapi perlu adanya 
penyeimbangan dari aspek sumber daya manusianya.
Tentu kita sering mendengar istilah ‘masyarakat madani’, yang biasa 
digambarkan sebagai sebuah masyarakat ideal yang mapan di segala segi. 
Namun tahukah kita dari mana istilah kata madani ini diperoleh? Kata ini
 diambil dari kata Madinah, yaitu kota dimana Rasululloh -shollallohu 
‘alaihi wa sallam- membangun peradaban baru di tengah masyarakat yang 
carut marut dalam suasana jahiliyyah. Peradaban baru itu bernama Islam, 
agama yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru bumi. Rosululloh 
-shollallohu ‘alaihi wa sallam- telah merubah masyarakat yang serba 
terpuruk dan terbelakang menjadi masyarakat yang gilang gemilang. 
Kesejahteraan hampir merata. Hukum ditegakkan. Keadilan bisa dirasakan 
seluruh lapisan masyarakat. Yang kuat membantu yang lemah. Si kaya 
membantu si miskin. Kestabilan pemerintahan. Keamanan yang bisa 
dirasakan setiap orang. Kesyirikan dihancurkan, tauhid ditegakkan, 
kalimat-kalimat Alloh ditinggikan. Sungguh kota Madinah kala itu 
mengalami masa gilang gemilang dalam tataran peradaban manusia. Dengan 
apa mereka jaya? Apakah dengan pembangunan infrastruktur semata? Tentu 
saja tidak, karena mereka jaya dengan Al-Islam. Islam yang merupakan 
kunci kejayaan mereka. Mereka benar-benar berusaha membumikan Islam 
dalam jiwa-jiwa mereka. Kejayaan ini bisa kita baca dari buku-buku 
literatur Islam yang banyak terdapat di perpustakaan-perpustakaan kaum 
muslimin.
Inilah yang perlu menjadi catatan dan renungan kita bersama agar kita
 tidak terjebak pada pemikiran yang dangkal bahwa keberhasilan 
pembangunan semata-mata diukur dari aspek fisik karena yang lebih sulit 
dari itu adalah pembangunan aspek non fisik yang ada pada diri 
manusianya. Manusia yang tidak terbina dan terdidik segi mental dan 
spiritualnya justru akan menjadi beban dan hambatan bagi pembangunan itu
 sendiri. Contoh ekstrimnya, jika kita punya dana 2 Milyar untuk 
membangun masjid, dalam waktu kurang dari 1 tahun masjid itu bisa 
berdiri. Namun, seumpama kita punya dana semisal itu untuk mengajak 
masyarakat memakmurkan masjid dengan menegakkan jamaah sholat dengan 
konsisten dan istiqomah dengan kesadaran pribadinya, apakah bisa 
terlaksana dalam waktu 1 tahun? Tentu tidak! Bahkan kita butuh waktu 
bertahun-tahun untuk menyadarkan masyarakat tentang hakekat sholat dan 
kewajibannya. Membangun manusia tidaklah semudah membangun bangunan 
fisik. Jika kita tidak memulai membangun manusianya, justru manusia 
itulah nantinya yang akan jadi penghambat pembangunan.
Allohu a’lam.






 
 
0 komentar:
Posting Komentar