Penjelasan Tentang Qunut Subuh
Bagaimana pendapat para ulama tentang bacaan qunut ini?
Madzhab Malikiyah berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali di sholat subuh saja. Tidak ada qunut di sholat witir dan sholat-sholat lainnya.
Syafi’iyyah berpendapat tidak ada qunut kecuali di sholat witir di separuh akhir Ramadhan dan tidak ada qunut di sholat yang lain; kecuali sholat subuh dalam segala keadaan. Demikian pula disyariatkan qunut nawazil disholat-sholat fardhu jika jika kaum muslimin tertimpa musibah.
Hanafiyyah berpendapat disyariatkan qunut di sholat witir, dan tidak disyariatkan di sholat-sholat yang lain kecuali bacaan qunut nawazil di sholat-sholat fardhu ketika kaum muslimin ditimpa musibah; akan tetapi qunut ini dibaca bersama imam di sholat subuh dan diaminkan makmum. Adapun kalau sholat sendiri tidak ada bacaan qunut.
Hanabilah (Madzhab Hambali) berpendapat bahwa disyariatkan qunut di sholat witir dan tidak qunut diselainnya kecuali qunut nawazil yang dibaca ketika kaum muslimin tertimba bencana dan musibah selain karena wabah penyakit. Imam atau yang mewakilinya membaca qunut dalam sholat lima waktu selain sholat jum’at. Adapun Imam Ahmad sendiri mengatakan tidak shahih bahwa qunut dalam witir sebelum atau sesudah ruku’ tersebut dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. (Diambilkan dari majmuu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin)
Dan inilah pendapat para Ahli Madzhab dan Imam-imam besar kaum muslimin.
Dengan demikian, persolan qunut subuh merupakan permasalahan yang menjadi ranah khilafiyah para ulama. Sebagian mereka mengatakan qunut subuh adalah sunnah, namun sebagian yang lain tidak sunnah. Adapun qunut nazilah adalah disyariatkan yaitu tatkala kaum muslimin ditimpa musibah seperti peperangan, bencana alam dan sebagainya. Qunut ini dikerjakan di sholat fardhu yang lima waktu bersama Imam dan diaminkan makmum. Adapun jika sholat sendiri maka tidak perlu membaca qunut.
Ada pun bacaan sholat witir yang diajarkan Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- kepada cucu beliau Hasan bin Ali bin Abu Tholib -radhiyallohu ‘anhuma- yaitu : “Allohumma ‘hdini fiiman hadaita…dst” sebagian ulama menshahihkan hadits ini sehingga bagi yang mengamalkannya boleh, dan yang meninggalkannya juga boleh.
Mengenai qunut subuh yang khusus dengan bacaan : “Allohuma ‘hdini fiiman hadaita..dst” ini yang diperselisihkan ulama. Meskipun yang lebih menentramkan hati kami adalah bahwa tidak perlu membaca doa qunut ini di sholat subuh. Akan tetapi, jika Imam mengangkat tangan membaca qunut subuh kami pun mengangkat tangan dan mengamininya. Demikian yang dicontohkan oleh Ulama kita seperti Imam Ahmad, meski beliau berpendapat qunut subuh tidak disyariatkan akan tetapi beliau ikut mengamini qunut dibelakang Imam yang qunut. Sikap ini dilakukan untuk menjaga persatuan hati di antara kaum muslimin. Tak sepatutnya kita memperlebar perbedaan ini ke ranah permusuhan sesama muslim yang mengakibatkan perpecahan.
Demikian klarifikasi kami terkait persoalan qunut subuh; bahwa kami tidaklah mengatakan bahwa orang yang mengerjakan qunut subuh sesat dan melakukan bid’ah.
Allohu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar