*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Selasa, 20 Januari 2015

Untuk Apa Kita Mempelajari Al Qur’an ?


muslim_children_reading_quranjpgSebuah kenikmatan yang tak terhingga ketika kita lahir ke dunia ini mendapati kedua orang tua kita seorang muslim sehingga kita pun menjadi seorang muslim juga, meski hanya sebatas keturunan. Namun, apakah cukup sebatas itu saja ke-Islaman kita, lalu berpangku tangan dan merasa cukup? Tentu tidak, sebab di sana masih ada kenikmatan-kenikmatan lain yang mesti kita kejar. Janganlah merasa cukup hanya dengan sebutan Muslim, atau ber-KTP muslim.
Diantara kenikmatan tersebut adalah kenikmatan untuk mempelajari Al Qur’an. Wahyu Alloh yang diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Sebagai mukjizat yang akan selalu terjaga sampai hari kiamat sekaligus -yang terpenting- menjadi petunjuk dan penerang bagi umat manusia sampai hari kiamat. Kita bersyukur karena hidup di negeri yang kebebasan beragama di sini dijunjung tinggi. Kita tidak perlu khawatir ketika menunjukkan simbol-simbol keIslaman dan tak perlu takut-takut mempelajari Islam.
Alhamdulillah, di desa kita telah berdiri beberapa masjid yang cukup nyaman untuk beribadah sekaligus sarana belajar dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam. Begitu juga telah berdiri gedung TPQ beserta sistem pendidikan Al Qur’annya. Diharapkan sarana-sarana tersebut bisa menjadi mesin-mesin pencetak generasi Qur’ani. Sebuah harapan indah di masa-masa yang akan datang akan banyak para hamalatul Qur’an (pembawa Al Qur’an) di negeri ini.
Fase-fase dalam Berinteraksi dengan Al Qur’an?
Sesungguhnya setiap amalan itu sangat ditentukan niatnya. Niat inilah yang akan menjadi mesin pendorong bagi seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang menjadi tujuan dari niatnya. Demikian pula ketika kita mempelajari Al Qur’an atau mengajarkannya kepada anak didik kita, apa niat yang yang ada dalam hati kita. Apakah agar sekedar bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan benar sesuai tajwid dan makhrajnya saja? Atau, agar menjadi Qori’ dan hafidz Qur’an semata? Atau ada tujuan lain yang lebih mulia dari itu semua?
Tidak dipungkiri, mempelajari tata cara membaca Al Qur’an yang baik dan benar sesuai kaidah-kaidah baca adalah sebuah keharusan yang tidak perlu diragukan. Dan alhamdulillah, kita lihat antusiasme masyarakat yang demikian besar agar putra-putri mereka mampu membaca Al Qur’an dengan tartil dan fasih. Dan kita punya sarana untuk mewujudkan harapan para orang tua tersebut dengan difasilitasi lembaga pendidikan Al Qur’an dari desa.
Akan tetapi, untuk mencetak generasi Qur’ani tidaklah cukup dengan fasih membaca Al Qur’an. Perlu ada usaha lebih yang menjadi PR kita bersama. Setelah paham dan fasih melafadzkan huruf-hurufnya kemudian kita masuk ke fase berikutnya yaitu memahami makna-makna dari rangkaian huruf yang kita baca. Seseorang yang membaca Qur’an dengan paham maknanya berbeda dengan seseorang yang sekedar membaca tanpa mengetahui maknanya dari segi penghayatan. Paham dengan apa yang kita baca ini adalah penting agar jiwa tidak kosong dari merenungkan makna-maknanya. Sehingga dengan demikian terpatri dalam jiwanya akan kandungan isi Al Qur’an dan membekas dalam sanubarinya akan tinggi dan mulianya kandungan Al Qur’an. Dari sinilah muncul kecintaan dalam membaca dan mentadaburinya.
Di fase ini, ada elemen penting yang harus ada dan tidak boleh diabaikan, yaitu penguasaan ilmu bahasa Arab. Sebagian ulama mengatakan wajibnya membelajari bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa Qur’an dan Hadits yang merupakan hukum dasar dalam Syariat Islam. Bagaimana seseorang bisa memahami Islam jika dia tidak paham dengan Al Qur’an dan Hadits yang berbahasa Arab?
Disinilah pentingnya mempelajari bahasa Arab sesuai kebutuhan untuk memahami Al Qur’an dan Hadits. Seorang da’i yang tidak paham bahasa Arab dan hanya mengandalkan buku-buku terjemahan dikhawatirkan akan jatuh dalam kesalahan-kesalahan yang tidak ia sadari. Oleh karenanya, mempelajari bahasa Arab ini perlu kita upayakan sejak awal seiring dengan pembelajaran membaca Al Qur’an.
Perlu adanya upaya untuk memulai proyek ini. Kalau kita bisa mengajari anak didik kita dengan bahasa Inggris, kenapa kita tidak bisa melakukan hal serupa dengan mengajari bahasa Arab?
Setelah Fase memahami makna-maknanya, kita memasuki fase berikutnya yaitu memahami tafsirnya. Mempelajari tafsir Qur’an dari para ulama-ulama terdahulu adalah sebuah keharusan agar kita tidak terjatuh pada kesalahan fatal yaitu mempelajari Qur’an dengan akal kita semata. Ingatlah, bahwa dalam ilmu tafsir itu ada juga ilmu alatnya, perlu memahami ushul tafsirnya, asbabul nuzulnya, korelasinya dengan ayat-ayat yang lain dan hadits-hadits nabawiyah, penguasaan dirayah dan riwayah, ilmu balaghah dll yang jika kita mempelajari semuanya tentu membutuhkan masa yang cukup panjang. Akan tetapi kita tidak harus mempelajari itu semua karena banyak ulama-ulama besar Islam yang telah menginfakkan umur dan hidupnya untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut untuk menyusun kitab tafsir Qur’an yang tak ternilai harganya yang dipersembahkan untuk kaum muslimin. Semisal Tafsir Al Qurthuby, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir At Thobari, Adhwaul Bayan, Taisir Karimirrahman yang selainnya. Kita tinggal membaca dan memahami pemaparan tafsir ayat demi ayat dari kitab-kitab tersebut. Tinggal kesungguhan kita dalam mempelajarinya.
Setelah mempelajari tafsir ayat-ayatnya, masuk kemudian ke fase berikutnya yaitu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat. Dan tahapan ini merupakan tahapan terpenting dalam mempelajari Al Qur’anul Karim. Inilah tujuan yang mesti hendak dicapai oleh setiap orang yang mempelajari Al Qur’an. Betapa sangat meruginya kita, ketika tiap hari kita baca Al-Qur’an namun tak membekas sedikitpun dalam tingkah laku kita sehari-hari.
Dan fase terakhir adalah mendakwahkannya, mengajarkannya kepada orang-orang disekitar kita, kepada anak dan istri kita, keluarga kita, karib kerabat, masyarakat kita dan secara umum kepada kaum muslimin. Dan ini adalah tahapan yang terberat.
Tidak ada jalan dakwah yang beralaskan permadani dan bertabur bunga mewangi. Jalan dakwah adalah jalan yang menjadikan Nuh -alaihissalam- disakiti kaumnya, menjadikan Ibrahim -alaihissalam- di lemparkan ke api, menjadikan Ismail -alaihissalam- rela untuk disembelih demi untuk memenuhi panggilan Alloh, menjadikan Zakariya -alaihissalam- harus dibelah badannya, menjadikan Yunus -alaihissalam- dilemparkan ke laut dan masuk di perut ikan, menjadikan Ayyub -alaihissalam- menderita sakit yang berkepanjangan dengan kehilangan anak-anak dan hartanya, menjadikan menjadikan Musa -alaihissalam- dikejar-kejar Fir’aun dan bala tentaranya, menjadikan Isa -alaihissalam- dikejar-kejar Bani Israil untuk di salib, dan jalan dakwah adalah jalan yang menjadikan Rasululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sekian banyak gangguan, rintangan, ancaman, tindak kekerasan, pengusiaran dari kampung halamannya bahkan percobaan pembunuhan. Jalan dakwah adalah jalan menanjak yang penuh kerikil-kerikil tajam dan bebatuan. Jalan dakwah adalah jalan kesabaran yang tiada batas. Jika engkau berkehendak menapaki jalan ini, lapangkanlah dadamu, tegapkanlah langkahmu, kepalkanlah tanganmu dan kuatkanlah tekatmu. Tapi yakinlah, di ujung jalan ini, di puncak sana akan engkau temukan keindahan yang tidak pernah engkau bayangkan dan engkau angankan. Ridho Alloh dan kecintaannya.
Tetaplah mempelajari Al-Qur’an, membacanya dengan tartil, memahami makna-maknanya, mempelajari tafsir-tafsirnya, mengamalkan semampumu dan mendakwahkannya dengan penuh kesabaran. Insya Alloh, suatu saat nanti akan akan engkau lihat suburnya generasi Qur’ani di negeri ini.
Samudera Al Qur’an adalah lautan luas tak bertepi. Jika engkau sudah fasih membacanya, jangan buru-buru engkau merasa cukup karena pada hakekatnya engkau barulah berdiri di atas butiran pasir putih di tepian samudera tersebut. Engkau belum lagi menjejakkan kakimu merasakan sejuknya air samudera itu. Engkau belum lagi berenang-renang di dalamnya. Dan engkau belumlah menyelam di dasarnya dan mendapatkan kilau-kilau mutiaranya.
Pelajarilah Al Qur’an sampai engkau mendapatkan kehidupan yang mulia, agar engkau menjadi mutiara yang berjalan di tengah-tengah manusia.
Allohu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)