************
Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
tempat ayah dan bunda dan handaitaulanku
Tak mudah ku lupakan, tak mudah bercerai,
selalu ku rindukan desaku yang permai
************
Masih
ingat lirik lagu di atas? 25 tahun yang lalu aku menghapal syair lagu
itu, tepatnya sewaktu masih duduk di bangku TK. Tapi memang benar,
desaku yang ku cinta, Mintobasuki Gabus Pati. Tak mudah untuk begitu
saja meninggalkan dan melupakanmu. Terlalu banyak kenangan indah di
sana. Meski, yah tahu sendiri, tak banyak yang istimewa dengan kampung
pinggiran tempat kelahiranku itu. Banjir di musim penghujan, kekeringan
di musim kemarau adalah hal yang biasa.
Lalu, apa yang membuat desa ini begitu mempesonaku? Setidaknya ada 4 alasan:
PERTAMA, Di desa inilah aku lahir, tumbuh dan berkembang.
Tidak mudah memang untuk melupakan begitu saja negeri kelahiran. Ada
orang berkata, hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri.
Sejelek apa pun negeri kita, dan sebagus apa pun negeri orang lain
tetap saja lebih nyaman tinggal di tanah kelahiran sendiri. Sorry, ya
ini sekedar menurutku, sampeyan dilarang protes. Hehehe…
KEDUA, Di desa inilah keluargaku, handai taulanku, kerabatku, familiku, dan sahabat-sahabatku tinggal.
Lho, memang kenapa? Bagaimanapun juga merekalah orang-orang dekatku.
Antara mereka denganku sudah lama terjalin ikatan batin yang erat yang
tidak aku temukan orang-orang seperti mereka di tempat lain selain
Mintobasuki. So, aku lebih mudah untuk beradaptasi, lebih mudah untuk
diterima dan lebih nyaman bersama mereka. Masuk akal, kan? Sekali lagi,
anda dilarang protes dengan alasan kedua ini.
KETIGA, Suasana pedesaan yang nyaman.
Pernah 6 tahun aku tinggal di kota industri Cikarang. Bising, sibuk,
polusi, panas, padat, macet, individualis, materialis, dll. Begitulah
suasana kota yang sering bikin stress warganya. Sangat beda dengan alam
pedesaan yang asri, damai, nyaman, ramah, dan sayuk rukun. Bayangkanlah
alam desa yang indah, burung berkicau di dahan-dahan pohon, hamparan
padi menghijau, gemericik air mengalir, berjalan-jalan di pematang sawah
sambil menghirup segarnya udara pagi yang dingin, embun di pucuk-pucuk
ilalang berkilau di terpa mentari pagi, senyum-senyum ramah para petani,
tawa bocah-bocah kecil bermain, dan masih banyak lagi suasana khas desa
yang bisa kita dapatkan di Mintobasuki.
Oke, silahkan saya dibilang nDeso, gak apa-apa memang iya…
KEEMPAT, Ini yang penting, sebuah harapan besarku bahwa Mintobasuki
nantinya menjadi ‘baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur’. Sebuah desa
yang baik dan makmur dan Tuhan yang Maha Pengampun. Bayangkanlah sebuah
negeri yang bebas dari bau syirik, warganya ahli tauhid dan ibadah.
Syiar-syiar Islam ditegakkan, sholat lima waktu dikerjakan, zakat
ditunaikan, adzan dikumandangkan, masjid di makmurkan, hanya Alloh yang
diagungkan. Pemimpin mencintai rakyatnya dan rakyat mencintai
pemimpinnya. Anak-anak rajin mengaji, dengan berbusana Islami, layaknya
di kota santri. Duh, kapan ya? Harapanku, semoga lahir dari keturunanku
para pejuang Islam yang akan merubah desa ini menjadi kota santri. Amin
Allohuma Amin.
Harapan sah-sah saja,kan?
Cukup ini dulu, lain waktu disambung lagi.
Di update dari nokia 2700 dengan perangkat opera mini 6.0
0 komentar:
Posting Komentar