*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Selasa, 03 Januari 2023

Benarkah Pernyataan: Yang Penting Niatnya Baik.


Pernahkan kamu mendengar orang berkata begitu waktu ditegur waktu melakukan amalan yang keliru lalu berkilah: "yang penting kan niatnya baik".
Sebelum kita jawab, penting untuk mengetahui, apa sih sebenarnya niat itu? Niat, secara ringkas maknanya keinginan untuk mengerjakan sesuatu, baik sesuatu itu baik maupun buruk.
Nah, niat ini sangat penting dalam ibadah. Bahkan, ibadah menjadi tidak bernilai apa-apa kalau salah niat lho. Niat haruslah ada sebelum mengerjakan suatu ibadah.
Terkait niat ini ada beberapa hal yang mesti kita ketahui.

Pertama: Niat membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain. Contoh konkritnya, shalat misalnya. Ketika kita mengerjakan shalat, shalat apa yang kita kerjakan ini, shalat sunnahkah atau shalat wajib. Shalat rawatib ataukah shalat tahiyatul masjid. Semua ini dibedakan dengan niat. Demikian pula ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, sedekah, dll. Silahkan di analogikan sendiri ya.

Kedua: Niat membedakan antara adat/kebiasaan dengan ibadah. Misalnya mandi, apakah mandi untuk sekedar membersihkan badan ataukah mandi wajib? Jika mandi untuk membersihkan badan atau biar segar, maka tidak ada nilai ibadahnya. Jika mandi wajib maka dinilai ibadah.
Contoh lain, memakai pakaian menutup aurat. Jika niatnya karena kebiasaan, tidak ada pahalanya. Jika niatnya untuk menutup aurat karena mematuhi perintah Allah dan RasulNya, tentu ini ibadah yang mulia.
Contoh lain, berlapar-lapar. Jika dia niatkan untuk diet, atau karena nggak ada yang dimakan, ini tidak ada nilai ibadahnya. Namun, jika dia niatkan berpuasa, tentu besar pahalanya karena termasuk amal ibadah. Silahkan di analogikan dengan amalan lainnya.

Ketiga: Niat yang benar adalah salah satu syarat diterimanya amal. Maksudnya? Jika melakukan amalan tidak dengan niat yang benar, yaitu ikhlas karena Allah, so pasti sia-sia amalannya. Misalnya biar dilihat orang atau calon mertua. Allah tidak akan menerima amal kecuali yang di dasari niat ikhlas. Pernah baca hadits ini kan:


إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

"Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya untuk Allah dan rasulNya, maka hijrahnya untuk Allah dan RasulNya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya mendapatkan sesuai yang diniatkannya" (HR Bukhari dan Muslim)


Nah, hadits di atas ada rumus sekaligus penerapannya. Rumusnya: Seseorang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Contoh aplikasinya adalah dengan hijrah. Hijrah meninggalkan negeri kufur menuju negeri Islam adalah amalan yang utama. Namun jika salah niat, yang didapatkannya pun nol.
Selain niat, syarat diterimanya amal yang kedua adalah mengikuti contoh yang dipraktekkan Nabi shallallahu'alaihi wasallam dan para sahabatnya.

Keempat: Niat baik tidak serta merta menjadikan amalan yang buruk menjadi baik. Misalnya, mencuri dengan niat untuk disedekahkan. Atau beribadah dengan amalan yang tidak pernah ada contoh dan asalnya dari syariat. Meski niatnya baik untuk beribadah kepada Allah, tapi karena caranya salah, maka niat yang baik tidak bisa menjadikan amalan buruk tersebut menjadi baik. Ini sebagai jawaban dari orang yang mengatakan yang penting niatnya baik.

Kelima: Niat yang ditujukan kepada Allah tidak perlu diucapkan denga lisan. Allah Maha Tahu apa yang ada di hati kita dan apa yang kita niatkan. Ketika kita beribadah, Allah tahu niat dalam hati kita, untuk Allah semata atau untuk selainNya. Allah menilai apa yang ada di dalam hati kita dan akan memberi balasan sesuai niat kita.
Beda halnya dengan niat yang kita tujukan kepada sesama manusia. Ini mesti diucapkan. Misal kita berniat bayar hutang, ketika menyerahkan uang pelunasan mesti kita sampaikan ke orangnya agar dia paham bahwa uang yang kita serahkan untuk bayar hutang, bukan dikasihkan cuma-cuma. Jika kita cuma menyerahkan uang begitu saja kepada orang yang menghutangi kita tentunya dia tidak tahu maksud kita, untuk bayar hutang atau untuk yang lainnya.
Begitu juga dengan seluruh akad-akad lainnya yang berkaitan dengan muamalah kepada sesama manusia mesti ada ijab qabulnya.
Sekian, semoga ada manfaatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)