Orang
bijak pernah berkata bahwa yang paling berat dalam kehidupan ini adalah
menata hati dalam meraih keikhlasan. Bagi sebagian kita kata-kata ini
mungkin tidak bermakna apa-apa, tidak istimewa, dan bukan sesuatu yang
perlu dibahas apalagi dicatat dengan tinta emas. Namun, jika kita adalah
orang yang senantiasa mengamati gerak-gerik hati dan berbolak-baliknya
qolbu, tentu kita akan menemukan makna yang mendalam dalam ungkapan ini.
Yaa, menjaga keikhlasan hati ibarat berjaga-jaganya serdadu di garis
depan. Musuh setiap saat bisa saja menyerang dan mengkoyak-koyak
pertahanan hati. Menjaga keikhlasan butuh mujahadah dan kesungguhan.
Tidaklah seseorang memahami perumpamaan ini kecuali orang-orang yang
memang selalu menjaga hatinya untuk tetap istiqomah di atas keikhlasan.
Ada pun mereka yang lalai dari keikhlasan akan menganggap remeh masalah
ini.
Tahukah kita, apa arti ikhlas? Ikhlas adalah beramal hanya untuk
mengharap ridho Alloh semata, bukan untuk mengharap pujian manusia,
bukan pula berharap sanjungan-sanjungan, bukan pula ingin mendapat
tempat di hati-hati insan. Jika engkau mampu beramal dengan membersihkan
niat-niat sampah yang mengotori kesungguhuhanmu untuk hanya berharap
ridho Alloh -ta’ala-, engkau adalah seorang yang ikhlas -insya Alloh
-ta’ala-.
Inilah definisi ikhlas yang mungkin asing bagi kita karena selama ini
kita telah didoktrin bahwa ikhlas adalah ‘beramal tanpa pamrih’.
Bisa jadi, sebagian kita merasa telah melakukan hal-hal besar dalam
hidupnya, telah melakukan ini dan itu, telah berbuat ini dan itu…Akan
tetapi kemudian ujian keikhlasan itu datang; kita dilupakan,
dipinggirkan, dan dicampakkan begitu saja seperti dicampakkannya baju
lusuh yang tiada lagi dipakai. Karya-karya kita, kerja keras kita dan
perjuangan kita dinikmati banyak orang tapi nama kita tak sedikit pun
dikenang… Sanggupkah kita mempertahankan keikhlasan itu??
Kawan, disinilah keikhlasan itu diuji. Akan nampak hakekat sebenarnya
antara emas murni dengan imitasi. Reaksimu adalah apa yang kau
sembunyikan selama ini di dadamu, ada atau tidaknya keikhlasan itu.
Apakah engkau akan marah, murka, tidak terima, sakit hati, hasad, benci,
dan melakukan segala makar agar engkau tidak dilupakan? Ataukah engkau
akan legowo, menerima, dan tak ambil peduli apa kata orang karena engkau
merasa bahwa apa yang engkau lakukan hanyalah berharap ridho Alloh dan
bukan ridho Manusia? Tak peduli apakah engkau akan dibuang atau
dicampakkan ke comberan? Tak peduli engkau dipuji atau dicaci. Yang
penting penilaian Alloh bukan penilaian manusia…
Yaaa…semoga sedikit coretan kecil ini kembali menggugah hati-hati
kita untuk senantiasa beramal ikhlas karena Alloh, bukan cuma ikhlas di
mulut tapi ikhlas yang ditunjukkan oleh sikap dan perilaku. Seribu kali
kita lafadzkan kata ikhlas di lisan akan runtuh dengan satu sikap kita
yang menodainya…
Semoga kita, apa pun posisi kita, apa pun peran kita, senantiasa
diberikan keihlasan dalam setiap amal. Demikian pula Bapak-bapak
pemangku jabatan di Desa kita tercinta semoga diberi hidayah dan
kekuatan untuk ikhlas dalam memikul amanah. Bekerja bersama-sama dengan
pemimpin desa (siapa pun yang memimpin; tanpa terpengaruh pihak-pihak
tertentu) demi kemajuan bersama…
Amin ya Robbal Alamin…
0 komentar:
Posting Komentar