Generasi muda adalah aset bagi sebuah komunitas. Mereka punya
semangat dan motivasi. Mereka punya idealisme dan cita-cita. Jika dibina
dengan baik, mereka akan menjadi mesin penggerak kemajuan yang luar
biasa bagi sebuah komunitas masyarakat.
Generasi muda umumnya selalu dinamis dan memiliki mobilitas yang
tinggi. Dinamis dalam artian selalu terbuka dengan tren-tren baru.
Mereka tidak ‘mandek’ dalam mengikuti alur kemajuan. Rasa ingin tahu
yang tinggi menjadikan seorang pemuda tidak takut untuk mengeksplorasi
dan mencoba hal-hal baru. Mereka lebih mudah beradaptasi dengan
kemajuan.
Generasi muda lebih berani menghadapi tantangan. Mereka memiliki
obsesi besar dalam meraih meraih idealisme. Obsesi inilah yang
menjadikannya tidak mudah putus asa. Mereka punya semangat untuk
mewujudnya asa dan idealismenya. Demikianlah umumnya seorang pemuda.
Dengan karakter-karakter semacam itu, generasi muda sangat tepat
diposisikan sebagai motor-motor penggerak kemajuan bagi sebuah
masyarakat. Dalam sebuah misi pembangunan yang berkesinambungan kita
membutuhkan agen-agen perubahan yang handal, selalu dinamis, memiliki
etos yang tinggi, berani menghadapi berbagai perubahan yang cepat, tidak
mudah kendor serta memiliki mobilitas. Jadi, mengesampingkan peran
generasi muda dalam sebuah pembangunan adalah kekeliruan yang fatal.
Karena generasi muda adalah modal pembangunan, kita perlu punya
sarana-sarana untuk ‘memelihara’ dan ‘mengembangkan’ potensi yang sangat
besar ini. Harus ada wadah pembinaan untuk mereka. Ini mutlak
diperlukan. Mengapa? Karena infiltrasi budaya-budaya negatif dari
berbagai arah demikian gencarnya. Jika ancaman ini tidak disikapi dengan
serius dampaknya sudah bisa dipastikan, kerusakan yang akan mengancam
generasi kita. Dan pada gilirannya mereka justru akan menjadi
generasi-generasi perusak pembangunan dan bukan generasi-generasi
penerus pembangunan.
Lalu wadah-wadah apa yang kita butuhkan untuk membentengi mereka dari
budaya-budaya negatif? Sebenarnya ini adalah PR kita bersama. Tanggung
jawab pendidikan tidak hanya menjadi beban tenaga pendidik di
sekolah-sekolah formal, tapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh
masyarakat. Kita membutuhkan kantung-kantung pembinaan spiritual
keagamaan. Saat ini memang sudah ada tapi tidak efektif. Kita juga butuh
wadah-wadah untuk kegiatan-kegiatan yang bernilai positif untuk
penyaluran minat dan bakat, lebih bagus lagi bernilai ekonomis. Ini
sebuah wacana yang untuk implementasinya membutuhkan perencanaan yang
matang. Tapi saya yakin ini adalah seruatu yang mungkin untuk
diwujudkan.
0 komentar:
Posting Komentar