*** SELAMAT DATANG *** Ini adalah blog pribadi yang dikelola secara independen oleh Netter desa Mintobasuki kec. Gabus kab. Pati. Blog Mintobasuki Gabus Pati bukanlah blog resmi pemerintahan desa Mintobasuki. Blog ini tidak ada hubungan dalam bentuk apa pun dengan organisasi, kelompok dan kepentingan tertentu di desa Mintobasuki. Artikel-artikel yang disajikan adalah tulisan lepas yang berisi uneg-uneg, ide, pemikiran, opini pribadi penulis dan pernik-pernik terkait desa Mintobasuki.

Sabtu, 11 Agustus 2012

Menyoal Pengelolaan Zakat Fithrah


Sekilas Tentang Zakat Fithrah
doa-zakat-fitrah-zakat-fitriZakat Fitrah adalah shodaqoh wajib yang yang harus dikeluarkan oleh setiap individu muslim, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang tua, merdeka maupun hamba sahaya (budak) dengan sebab datangnya ‘Idul Fithri yang Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan atas umat ini setelah diwajibkannya puasa atas mereka di bulan Ramadhan. Zakat Fithrah menjadi pensuci jiwa mereka sekaligus penguat puasanya. Zakat fithrah yang dikeluarkan sebanyak satu sho’ makanan pokok baik berupa kurma, gandum atau makanan pokok lainnya. Di negeri kita, ukuran volume satu sho’ dikonversikan dalam satuan berat sekitar 2.5 kg untuk beras. Dalil bahwa zakat fithrah yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah makanan pokok berdasar atsar Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:

فَرََضَ رَسُلُ الله صلى الله عليه وَ سلم زَكاَةَ الفِطْرِ مِنْ رَمضَانَ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا من شَعِيرٍ على العَبْدِ و الحُرِّوالذََّكَرِ و الأُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ و الكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Rosulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkaan zakat fithrah dari Ramadhan satu sha’ dari kurma atau satu sho’ dari gandum atas setiap hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang tua dari kaum muslimin” (HR. Muslim, shahih Muslim (III/ 68))
Berdasarkan hadits di atas pula, maka pendapat yang membolehkan zakat fithrah dengan mengeluarkan harganya berupa selain makanan pokok baik berupa uang, emas, perak dan lain sebagainya adalah pendapat yang lemah karena sudah tegas dalam hadits di atas zakat fithrah adalah berupa makanan pokok.
Kepada siapakah zakat ini dibagikan? Sebagian ulama berpendapat bahwa yang berhak menerima zakat fithrah adalah 8 golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagaimana zakat-zakat yang lainnya. Akan tetapi yang benar dalam hal ini adalah bahwa zakat fithrah ini dikhususkan hanya kepada fakir miskin dengan dasar hadits:
فَرَضَ رَسُلُ الله صلى الله عليه وَ سلم زَكاَةَ الفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِيْنَ مِنَ الَّغْوِ و الرَّفَثِ و طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kejelekan serta makanan bagi orang-orang miskin (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Daruquthni, al-Hakim dan al-Baihaqi, dan di hasankan imam Nawawi dalam al-Majmu’ (VI/126), Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (III/50), dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany dalam Irwa-ul Ghalil (III/333), sebagaimana di rajihkan syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid dalam Shifatu Shoumin Naby Sholallahu ‘alaihi wa sallam)
Kapankah diwajibkannya mengeluarkan zakat fithrah? Waktu diwajibkannya adalah pada waktu terbenamnya matahari malam ‘Idul Fithri dan batas waktu mengeluarkannya adalah hari raya sebelum sholat ‘Idul Fithri. Seandainya dikeluarkan sehari atau dua hari sebelum waktunya juga diperbolehkan jika mengeluarkan pada waktunya ada kesulitan. Wallahu a’lam.
Diantara hal-hal yang utama seputar zakat fithrah ini adalah hendaknya seseorang itu memberikan zakat fithrahnya kepada fakir miskin yang tinggal di daerahnya. Namun, jika zakatnya dikirimkan ke tempat lain juga tidak mengapa.
Diantara hikmah pensyariatan zakat fitrah adalah:
Pertama : sebagai pembersih/pensuci jiwa seorang muslim dari bekas kesia-siaan dan kejelekan yang dia lakukan selama berpuasa di bulan Ramadhan.
Kedua: menjaga kehormatan dan kemuliaan muslim lainnya yang mungkin karena rasa lapar memaksanya meminta-minta kepada orang lain di selain hari raya. Dengan zakat fithrah ini dia akan bisa merasakan juga kebahagiaan dan kegembiraan di hari raya sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang yang berkecukupan.
Ketiga: zakat fithrah akan memupuk rasa kebersamaan, saling tolong menolong dan bahu membahu antar sesama muslim. Memupuk empati untuk bisa merasakan perasaan sebagian yang lain. Orang yang diberikan keluasan rezeki turut bisa merasakan penderitaan orang miskin sehingga timbul rasa mengasihi si miskin dan memberi kemudahan untuk meringankan beban-beban mereka. Dengan demikian terwujudlah persatuan dan persaudaraan yang kokoh antar sesama muslim dan terkikis kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
 Pengelolaan Zakat Fithrah
Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dalam berbuat birr(kebaikan) dan taqwa, sebaliknya Alloh sangat melarang tolong-menolong dalam urusan dosa dan permusuhan. Diantara bentuk tolong menolong yang disyariatkan adalah tolong menolong dalam pengelolaan zakat dari kaum muslimin untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Tidak semua orang diberikan keleluasaan waktu dan kesempatan sehingga seorang yang berkewajiban mengeluarkan zakat bisa langsung mendistribusikan zakatnya. Disinilah peran panitia zakat diperlukan, tak terkecuali zakat fithrah. Panitia zakat fithrah berkewajiban mengelola zakat fithrah yang diamanatkan kepadanya sebaik-baiknya kemudian menyalurkannya sesuai yang dituntunkan syariat. Oleh karenanya, pengelola zakat hendaknya adalah orang-orang yang memang memahami ilmunya, profesional, jujur dan amanah. Hal ini penting untuk menjamin bahwa zakat yang dikeluarkan kaum muslimin telah dikelola sebaik-baiknya sesuai syariat.
Ulama berbeda pendapat tentang siapa penerima zakat fithrah sebagaimana yang telah disinggung di atas, yaitu apakah penerima zakat fithrah sama dengan penerima zakat-zakat lainnya semacam zakat harta, zakat pertanian, zakat binatang ternak dan lain sebagainya ataukah hanya khusus untuk fakir miskin. Mereka yang berpendapat bahwa zakat fithrah berbeda dari segi penerimanya dengan zakat lainnya berdalil dengan hadits di atas. Sedangkan Ulama yang berpendapat bahwa zakat fithrah sama dengan zakat-zakat lainnya berdalil dengan keumuman ayat ini.
انّما الصّدقة للفقراء و المسكين و العاملين عليها و المؤلّفة فلوبهم و في الرقاب و الغارمين و في سبيل اللهِ و ابنِ السبيل ، فريضة من
الله ، و اللهُ عليم حكيم
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk fi sabilillah (untuk jalan Alloh) dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Alloh. Alloh Maha Mengetahui, Maha Bijaksana (At-Taubah : 60)
Sehingga konsekwensinya, zakat fithrah boleh disalurkan untuk delapan golongan tersebut.
Bagaimana dengan masjid, apakah bisa mendapatkan bagian dari zakat ini? Jika dikatakan membangun masjid termasuk sarana fi sabilillah maka boleh mengambil harta zakat untuk membangun masjid, sedangkan yang berpendapat bahwa masjid tidak termasuk dalam fi sabilillah maka tidak boleh mengambil zakat untuk membangun masjid.
Setelah mengetahui masalah ini, kita perlu mencermati dua hal:
Pertama: Salah satu hikmah disyariatkannya zakat fithrah adalah untuk memberi makan kepada kaum miskin sehingga mereka bisa turut berbahagia sebagaimana kaum muslimin pada umumnya. Yang demikian ini secara tegas dijelaskan oleh Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits di atas.
Kedua: perlu dipahami bahwa sarana fi sabilillah bukan cuma masjid, akan tetapi semua sarana yang bisa menunjang dakwah dan perjuangan meninggikan agama Alloh -ta’ala- adalah fi sabilillah, semisal pendirian madrasah-madrasah, pesantren, pengadaan mushaf al-Qur’an, pengadaan sarana-sarana ta’lim, pembangunan sarana umum yang dibutuhkan oleh umat dan lain-lain. Lalu kenapa sarana fi sabilillah yang berhak mendapatkan zakat fitrah dibatasi hanya masjid saja? Disinilah perlu dipertanyakan keabsahan pengalokasian zakat fitrah untuk membangun masjid.
Ketiga: Bukankah kita saat ini sudah memiliki masjid-masjid yang cukup nyaman untuk beribadah kepada Alloh? Jika demikian mengapa kita masih merasa perlu menyimpan sebagian dari zakat tersebut untuk mengisi kas masjid? Apakah tidak sebaiknya kita kembalikan penyaluran zakat fithrah tersebut kepada pihak yang memang paling berhak menerimanya, yaitu fakir miskin?
 Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan koreksi dan renungan untuk kita semua. Allahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
*MUTIARA HADITS NABI SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM* Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Apabila seorang hamba (manusia) masuk Islam dan bagus keislamannya, maka Allah menghapuskan darinya segala kejelekan yang dilakukannya pada masa lalu. Sesudah itu berlaku hukum pembalasan. Yaitu, suatu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat; sedangkan kejelekan hanya dibalas sepadan dengan kejelekan itu, kecuali jika Allah memaafkannya."(HR BUKHARI) Anas رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah' dan di dalam hatinya ada kebaikan (7 - di dalam riwayat yang mu'alaaq: iman [17] ) seberat biji gandum. Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di dalam hatinya ada kebaikan seberat biji burr. Dan, akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', sedang di hatinya ada kebaikan seberat atom."(HR BUKHARI)